Fanfic ini saya persembahkan untuk 2 seniman kecintaan saya SASORI dan DEIDARA. Serta para RELOVES yang sudah menghilang. Semoga fanfic ini bisa menarik lagi kalian ke permukaan bumi.
Cerita ini terinspirasi dari lagu ROCE ロス– MIURI身売り. disarankan membaca sambil mendengarkan lagunya agar lebih terasa.
ENJOY IT!
CHAPTER 1 – MATA ITU (その目)
ゆらゆら 提灯灯るそら 夜の蝶たちのおでましだ色気 振りまいて 惑わす 誰彼見境なく
Kegelapan malam menawarkan candu tersendiri bagi Deidara. Menghidupkan kembali dunia yang tenggelam dalam cahaya lampion bergoyang. Pupil senada aquamarine itu bersiap menancapkan serangan, membius semua mata dengan seni fana kebanggaan.
Deidara berdiri di depan cermin besar di kamarnya, menatap wajahnya yang terbalut riasan indah, tubuh kecilnya dibalut kimono emas senada rambut pirang panjangnya dihiasi kamikazari (Riasan kepala). Ekspresi wajahnya berubah 180 derajat. Senyum manis, mata memohon, gelagat manja. Deidara siap menyajikan indahnya mimipi satu malam.
Deidara mendengar gemuruh teriakan histeris, suara menggoda memohon memanggil namanya. Langkahnya indah berayun, tubuhnya bergerak seirama. Deidara adalah pusat perhatian malam itu, oiran nomor satu kebanggaan Yoshiwara hadir dalam Oirandouchuu (Parade Oiran).
"Malam ini luar biasa, un" gumamnya sendiri.
花魁道中 目に付いた私には目もくれぬ 横顔が毎夜 その顔探す程 落とされてしまっては もう遅い
Berdiri di Tengah keramaian, tatapan penuh kagum datang dari setiap sudut. Deidara berani bertaruh setelah ini akan banyak lelaki mengantri memohon kehangatannya. Bagi Deidara, dirinya adalah seni fana, dinikmati satu malam dan akan lenyap saat fajar. Tatapan memuja, rintihan syahdu memanggil namanya adalah apresiasi pada seninya.
Namun, ada seseorang berjalan melewatinya, tak menghiraukannya sedikit pun. Bahkan saat semua mata terbius oleh indahnya, lelaki bersurai merah darah itu tetap tidak bergeming, tatapannya kosong, tak ada gelora dalam matanya, tidak ada hasrat.
Deidara terperangah. Ini pertama kalinya seseorang tidak terpengaruh oleh pesonanya. Menekan hati Deidara lebih dalam benih rasa penasaran yang tak kunjung hilang.
Malam demi malam, deidara mencari sosok itu, terpaku jelas dalam otaknya. Lelaki itu tidak jelek-bahkan-bisa dibilang tampan meskipun Deidara hanya bisa melihat wajah sampingnya saja.
"Siapa lelaki itu,un?" rasa penasaran kian memuncak, mengambil alih pikirannya lagi. Deidara merasa tidurnya menjadi tidak nyenyak. Sosok itu kembali terlintas dalam lamunan, berubah menjadi fantasi kerisauan. Deidara ingin mata itu tertuju padanya. Namun sayang lelaki itu tak muncul lagi dihadapannya.
Ratusan rembulan berlalu Deidara kembali memancarkan auranya. Para lelaki berkantung tebal datang untuk melihat pertunjukannya malam ini. Mata mereka dipenuhi harapan akan keindahan yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Tentu ini menjadi angin segar menjerat dalam rengkuhnya.
Seorang lelaki muda berdiri di tengah panggung kayu. Siluetnya dipenuhi cahaya merah keemasan, sosoknya melambangkan keindahan sulit disentuh seperti kembang api yang mekar sesaat dilangit, lalu lenyap dalam kegelapan.
Ia mengenakan kimono sutra hitam dengan motif burung bangai emas seolah ingin terbang dari tubuhnya. Obinya terikat sempurna dibagian depan tubuhnya, melambangkan statusnya sebagai oiran tertinggi.
Tangannya yang lentik menggenggam kipas lipat berwarna merah darah, terbuka tertutup gerakan anggun yang terlatih. Saat Deidara berputar, percikapan api meledak di ujung jarinya. Ledakan kecil yang menari di udara. Berpadu gerakan luwes bagai ombak. Sihir yang tercipta hanya untuk mereka yang berani membayar mahal demi keindahan fana.
"Seni adalah ledakan, un."
Suara deidara lembut namun penuh keyakinan, mengalun bagai nyanyian angin musim panas. Tak ada seorang pun di ruangan itu yang bisa mengalihkan pandangan.
Kecuali satu orang.
Di sudut ruangan yang tak terjamah cahaya, lelaki itu duduk dengan tangan bersilang. Ia berbeda dari pelanggan lain yang terbius akan pesona sang seniman. Matanya kosong sulit dibaca, tak menunjukan ketertarikan sedikit pun.
Ia hanya diam.
Tak ada seorang yang bisa mengabaikan Deidara.
Tak ada seoarang pun yang bisa menghindari pesonanya.
Namun, lelaki itu tidak melihatnya.
Deidara mengigit bibir bawahnya, jantung berdetak sangat cepat. Sosok yang selama ini ia nanti sepanjang malam, hadir tanpa pemberitahuan. Tatapan masih sama, menghantam kepercayaannya. Malam itu untuk pertama kalinya Deidara merasa ia sedang ditinggalkan oleh seni.
Deidara membulatkan tekat.
Ia akan membuat lelaki itu terjerat dalam seninya.
Deidara melangkah mendekat. Mengabaikan ribuan pasang mata terhipnotis olehnya.
Lelaki itu masih diam bagaikan boneka kayu. Ia tidak tersenyum, tidak memanggilnya, tidak ekspresi apapun yang muncul dalam raut wajahnya.
Deidara menyentuk kain obinya yang terasa sangat dingin. Ia benci diabaikan.
Deidara menarik nafas dalam. "apa pertunjukankanku tidak cukup indah, un?".
Sasori tidak langsung menjawab. Mata hazelnya bergulir perlahan, menatap langsung ke arah Deidara. Tidak ada kekaguman dalam sorotnya, hanya tatapan datar yang menusuk.
"Seni yang lenyap dalam sekejap bukanlah seni".
"APA? Kau bilang apa barusan?" Deidara mendengus kesal.
"Seni sesuatu yang abadi. Bukan sekedar ledakan yang hilang begitu saja". Lelaki itu mengalihkan pandangannya. Seolah kehilangan minat.
Jantung Deidara serasa berhentik berdetak.
Tidak yang berani meremehkan seninya, tidak ada yang luput dari pesonanya.
Deidara mendekatnya wajahnya beberapa inchi pada lelaki bersurai merah itu. "Sepertinya kau tidak mengerti arti seni yang sesungguhnya, danna."
Lelaki itu menatapnya lagi. "jangan panggil aku seperti itu, aku tidak tertarik pada seni murahan." Lelaki yang bernama Sasori itu menghela nafas dan beranjak dari duduknya. Berjalan melewati Deidara tanpa menoleh sedikit pun.
Tenggorokan Deidara terasa kering tubuhnya membeku. Murahan?
Deidara mengepalkan tangannya. Malam itu seharusnya ia menjadi bintang di langit Yoshiwara. Tetapi mengapa rasanya ia adalah debu yang tertiup angin?
"Aku akan membuatmu melihatku, un." Deidara menyeringai
Akhirnya setelah sekian purnama saya menanti ide untuk cerita sasodei kita. Saya memang berniat sekali untuk menulis fanfic meeka tapi saya miskin imajinasi, sampai akhirnya ide itu muncul ketika saya mendengarkan lagu ROCE – MIURI dan lagu ini juga yang akan membawa cerita penuh emosional dari 2 seniman ini, saya memberi rate T – M. saya sendiri belum pernah menulis M tapi karena tema cerita menjurus kesana lebih baik untuk berjaga-jaga.
Review berharga dari senpai sangat dinantikan dalam pengembangan cerita
Happy Ice Cream
