Title : He Loves Him

Genre : Romance

Rate: T

Words : 2k+


"You're so lucky Malfoy likes you, Hermione,"

Dengan satu kalimat, Harry langsung membuat Hermione dan Ron berhenti mendadak. Bahkan kesunyian malam ikut terkejut mendengarnya. "What?" teriak mereka bersamaan.

Ron dengan cepat merangkul Hermione. "Jangan bicara hal konyol, Harry," ia memberi tatapan tajam.

"Tidakkah kau berpikir seperti itu? Aku sering menangkap Malfoy menatapmu diam-diam. Dia juga sering cari masalah denganmu, yang sebenarnya hanya cari perhatian." jelas Harry yang sama sekali tidak dimengerti oleh Hermione dan Ron.

Ron mendengus. "Aku tidak keberatan sebenarnya, jika kau mengemukakan analisis bodohmu itu, tapi hargai aku yang ada di sini,"

Hermione memutar mata malas. "Oh, don't be jealous, Ronald,"

"Dan Harry," Hermione beralih menatap Harry yang hanya diam. "Draco Malfoy menyukaiku? Otakmu pasti sudah korslet,"

"Aku juga ragu, tapi makin dipikirkan itu mungkin saja!" jawab Harry.

"Jujur, Harry," nada bicara Hermione seolah meminta Harry untuk balas menatapnya. "kalau aku perhatikan, Malfoy paling suka cari perhatian padamu. Aku cukup peka, aku tidak merasa diperhatikan. Aku memang sesekali mandapati Malfoy menatap kita, namun bukan padaku, tapi..."

"—Padamu." sambung Ron menyelesaikan perkataan Hermione, gadis itu mengangguk.

"Menurut kalian begitu?" Harry tidak yakin.

"Jangan cari bukti lain jika Malfoy menyukai Hermione lagi, Harry." kata Ron terdengar serius yang mau tidak mau membuat Harry akhirnya menyerah dengan analisisnya.

"Ya, tentu saja. Konyol jika Malfoy menyukaimu."

"Sangat konyol," gumam Ron.

Dan mereka bertiga kembali berjalan melewati lorong Hogwarts yang terasa begitu dingin. Namun tiba-tiba Hermione berhenti, Harry dan Ron memandangnya bingung.

"Wait," ia teringat sesuatu, "kenapa kau bilang aku beruntung? Bukankah aku sial jika Malfoy menyukaiku?" Hermione menatap Harry curiga.

Harry yang awalnya panik segera mengendalikan wajahnya dan hanya angkat bahu. Namun tatapan Hermione memaksanya untuk menjawab.

"Well, aku hanya, kau tau, banyak gadis yang ingin menjadi pacarnya, dan aku hanya mengambil sudut pandang dari para gadis itu." akhirnya Harry menjawab dengan jawaban tak jelas.

Hermione jelas tidak puas. Ia menghela napas dan menatap Harry dengan sebuah seringai tipis. "Yakin hanya itu?"

Harry mengangguk yakin.

"Ah! Aku lupa, Profesor Dumbledore memintaku menemuinya malam ini. Kalian duluan saja," kata Harry teringat janjinya dengan Dumbledore yang dengan kebetulan menyelamatkannya dari situasi yang super canggung ini. "Dah." dan Harry dengan kecepatan kilat sudah pergi dari hadapan Ron dan Hermione.

"Dia itu kenapa sih?" tanya Ron.

Hermione angkat bahu. "Bingung mungkin,"

Ron mengernyit. "Bingung?"

Hermione menoleh pada Ron. "Bingung karena kita sudah tau kalau dia suka Malfoy." Jawaban santai Hermione membuat Ron terkejut lagi.

"Aku pikir kau tadi hanya bercanda"

"Sudah lama aku terpikirkan ini. Lihat saja, dia selalu sadar jika Malfoy memperhatikan kita. Dan Harry juga sering membicarakan Malfoy, hanya umpatan kebencian, sih, tapi itu bukti jika dia selalu memperhatiakan Malfoy. Dan dia tidak mau mengaku." Hermione menghela napas.

Ron hanya diam tidak membalas.

"Mereka berdua sungguh menyedihkan." Kata Hermione lagi sambil menggeleng prihatin.

Ron sekali lagi mengernyit. "Berdua?"

Hermione tetap sabar, memang agak susah menjadi yang peka di antara mereka yang tak peka. "Malfoy suka Harry."

Ron terdiam lama, mencerna penjelasan sederhana Hermione yang malah sulit ia pahami. Bahkan Hermione sampai menjelaskan beberapa bukti lain agar Ron cepat mendapatkan intinya.

Sebuah lampu pijar akhirnya menyala di atas kepala Ron. "Ah! Tunggu, maksudmu..." Ron menggantung kalimatnya. Tidak percaya dengan apa yang akan ia katakan.

Namun sayangnya Hermione mengangguk tanpa ragu. "Yeah, he loves him, and, he loves him,"

Saat sarapan, Harry tidak banyak bicara seperti biasa. Mungkin masih merasa awkward. Akan lebih bagus jika semalam dia tidak mengatakan basa-basi itu.

Hermione dan Ron sibuk memperhatikan Harry. Dan ini membuat Harry jauh dari kata nyaman. Harry akhirnya menyerah dan berhenti mengabaikan kedua sahabatnya. "Baiklah, apa?" tanyanya menoleh pada Hermione.

"Lihat di sana," tunjuk Hermione pada meja Slytherin.

Harry mengikuti arah telunjuk Hermione dan mendapati Draco Malfoy yang tengah sarapan dengan anak-anak Slytherin lainnya. "Lalu?"

"Bukankah Parkinson sangat beruntung bisa sedekat itu dengan Malfoy?" kata Hermione sambil berbisik. Dia hanya bercanda, tapi nada seriusnya memaksa Harry untuk menanggapi dengan serius pula.

Harry menatap lama pada Draco dan Pansy yang duduk bersebelahan. Begitu dekat, hingga Pansy sesekali mencuri kesempatan untuk menggandeng Draco. Harry yakin jika dia melihat Draco tidak nyaman, dan ia harap itu benar.

"Oh, Harry, kalau cemburu bilang saja," bisik Hermione sedikit terkekeh melihat Harry yang sedari tadi hanya memutar sendok supnya hingga tak sadar jika setengah dari supnya sudah berserakan di meja.

Harry akhirnya melepas pandangannya dari meja Slytherin dan balas menatap Hermione jengkel. Rasanya Harry ingin melemparkan sisa supnya ke wajah Hermione yang dihiasi dengan seringai itu.

"Serius, apa yang menarik darinya? Bukankah dia sangat menyebalkan?" kini giliran Ron yang bicara.

Harry mendesah frustrasi. "Kalian hanya salah paham!" kata Harry penuh penekanan. "Berhenti bicara seolah aku menyukainya. Berapa kali aku harus bilang jika aku hanya bercanda."

"Banyak alasan," kata Hermione yang diangguki oleh Ron tanda setuju. "Jujur, kami berdua sudah memikirkannya," tiba-tiba nada bicara Hermione terdengar lebih serius dari sebelumnya.

"Ya, agak berat untuk menerimanya, sih" sambung Ron ikut-ikutan sok serius.

Hermione menarik napas dalam sebelum bicara. "Kau sendiri tau seberapa kesalnya kami padanya, tapi jika itu yang kau mau, Harry..." Hermione menggantung kalimatnya dan menepuk pundak Harry pelan.

Harry dengan jengkel langsung menyingkirkan tangan Hermione. "Lucu Hermione. Seolah aku baru saja dapat izin orang tuaku untuk pacaran,"

Hermione dan Ron tertawa. Tidak peduli jika Harry sudah siap melemparkan mangkok supnya.

"Tapi kami serius, Harry," kata Hermione di sela tawanya. "Kalau kau memang menyukainya ya, itu terserah padamu,"

Harry malah balas mencibir. Mau diberitahu sebanyak apa pun tidak akan membuat Hermione dan Ron berhenti. Harry akhirnya kembali pada supnya yang hanya tinggal setengah. Sesekali mencuri pandang ke pemuda berambut platina di meja Slytherin, dan segera memalingkan wajahnya saat pandangan mereka tidak sengaja bertemu.

"Kau mau ke mana?" tanya Ron saat Harry malah memilih belok kiri meninggalkan Hermione dan Ron.

"Hanya mencoba menjauh dari kalian!" teriak Harry yang malah membuat Hermione dan Ron makin tertawa kencang.

Dengan langkah terburu-buru entah mau ke mana, Harry tiba-tiba berhenti saat kedua manik zamrudnya menangkap sosok Draco yang menyender di jendela besar. Sendirian, dengan pandangan lurus ke langit.

Harry mendadak bingung harus apa. Dia harusnya segera pergi, namun mendapati Draco yang hanya berdiri diam, membuatnya juga ingin tetap diam.

"Jangan berdiri seperti orang bodoh, Potter."

Harry gagal menyembunyikan keterkejutannya. Wajahnya memerah karena tertangkap basah. "Seingatku kau tadi masih ada di aula," kata Harry mencoba tidak terlihat bodoh.

"Oh, benarkah?" Draco memutar badannya dan langsung menatap Harry dengan seringai lebarnya. "Jika kau bilang begitu, bukankah artinya kau begitu perhatian padaku, Potter?"

Harry mendengus malas. "Terlalu percaya diri seperti biasa,"

Draco tidak membalas lagi, ia kembali berbalik dan bersandar di jendela. "Aku memberimu kehormatan untuk berdiri di sampingku, Potter,"

Harry mendengus. Menahan diri agar tidak tertawa. "Oh, Malfoy, bagaimana mungkin kau sebut itu kehormatan?"

"Jadi kau tidak mau?"

"Tentu,"

Draco malah makin menyeringai lebar. "Gugup saat berada di dekatku. Iya, kan, Potter?" Draco menoleh pada Harry.

Harry mencibir. "Kenapa juga harus gugup." balasnya kesal dan berjalan maju, berdiri tepat di samping Draco. Hanya sekedar untuk membuktikan bahwa ia tidak gugup, ingat itu.

Draco kemudian menampilkan senyum kemenangannya saat Harry sudah berdiri di sampingnya. Dan kemudian tidak ada yang bicara. Mereka hanya diam, menatap lurus ke kejauhan.

"Jujur, aku menikmatinya," kata Harry memecah keheningan. Draco menoleh padanya dengan wajah bingung. Harry kembali bicara, "kau memang menyebalkan, tapi tidak terlalu buruk saat hanya diam seperti ini,"

"Tentu saja, aku bahkan tidak bergerak sedikit pun," gumam Draco membalas.

"Apa yang kau lakukan sebenarnya? Hanya melamun?" tanya Harry yang akhirnya mempertanyakan alasan kenapa mereka berada di sini, tanpa melakukan apa pun, tanpa bicara apa pun.

Draco angkat bahu. "Mungkin untuk mengulur waktu."

Harry mengernyit bingung. "Maksudmu?"

"Mengulur waktu," ulang Draco lagi. Ia tiba-tiba terlihat gugup. "Agar aku bisa lebih lama di sini, d-denganmu." Draco segera memalingkan wajahnya ke samping agar Harry tidak menyadari wajahnya yang memerah menahan malu.

Jujur saja, karena Malfoy terdengar berbisik, Harry tidak bisa mendengar perkataannya. "Apa katamu tadi?"

"Bukan apa-apa!" Draco sudah berhasil menenangkan dirinya. Ia kembali menatap lurus ke depan dengan tenang.

"Dasar aneh," gumam Harry yang terdengar oleh Draco.

"Siapa yang kau bilang aneh?"

"Kau, siapa lagi?"

Draco menatap Harry jengkel. "Kau juga aneh. Tersihir apa kau hingga tahan berdiri di sampingku selama ini?" balas Draco.

"Kenapa tidak kau saja yang pergi?" Harry membalas.

"Aku yang pertama tiba di sini."

"Tapi bukan berarti ini adalah tempat pribadimu,"

"Siapa cepat dia dapat, Potter."

"No, Hogwarts punya kita."

Draco mengernyit. "Apakah kita itu maksudnya kau dan aku?"

Harry malah ikut mengenyit. "What? Kita ya kita. Kita semua. Siswa, profesor dan semuanya," jelas Harry.

"Hah, padahal aku harap itu adalah kita," kata Draco menghela napas.

Harry diam, mencerna maksud perkataan Draco. "Yang aku maksud memang kita. Kita itu tidak hanya bisa untuk dua tiga orang, kita itu kan—"

"Iya iya, aku mengerti," potong Draco segera.

Dan kemudian mereka berdua kembali terdiam. Tidak ada yang bicara lagi, entah karena tidak tau harus membahas apa, atau malah karena canggung dengan situasinya. Apalagi bagi Draco, ini sudah bukan canggung lagi baginya, tapi bodoh. Konyol dan bodoh. Bagaimana mungkin Harry masih tidak mendapatkan petunjuk apa-apa dari semua perkataannya.

"Hoi," panggil Draco membuyarkan lamunan Harry dan menoleh padanya. "Kau benar-benar tidak menyadarinya ya?" tanya Draco dengan pandangan lurus ke depan. Tau jika dia tidak sanggup memperhatikan sepasang manik emerald itu.

"Tentang apa?"

"Aku menyukai seseorang," jawab Draco segera.

Harry terkesiap, entah karena topik pembicaraan Draco atau malah karena tidak mau menduga-duga siapa yang dimaksud oleh Draco. "Kenapa juga aku harus menyadarinya? Atau kau ingin aku membantumu dengannya? Itu tidak pernah terbayangkan olehku,"

"Same," balas Draco. "Aku juga tidak pernah membayangkannya. Karena aku hanya membayangkan kau dengan ekspresi terkejutmu saat aku bilang jika aku menyukaimu,"

"Wh—" Harry terkejut. Tentu. Bahkan ia tidak tau harus bereaksi apa.

Draco akhirnya menoleh pada Harry. Wajahnya terlihat memerah dan ia tidak bisa menyembunyikan kegugupannya. "Well, ini mungkin akan terdengar aneh, tapi aku serius." Draco menarik napas dalam dan menatap Harry lurus. "Aku menyukaimu, Harry. Aku tak tau sejak kapan, tapi aku yakin jika aku sudah tertarik padamu sejak kita pertama kali bertemu." Draco berhenti bicara sebentar, melihat bagaimana reaksi Harry. Pemuda berkaca mata masih diam, mempersilakannya untuk lanjut bicara. "Terserah bagaimana kau akan memandangku setelah ini, tapi aku serius. Aku menyukaimu. Aku mencintaimu, Harry,"

Harry masih diam, bahkan ketika Draco menggenggam kedua tangannya ia membiarkan pemuda Malfoy itu untuk bicara. Harry tidak pernah menyangka jika tangan pucat itu terasa begitu hangat. Dan nyaman.

"Ini tidak akan terdengar seperti seorang Draco Malfoy, jadi kau boleh tertawa sepuasmu." Kata Draco menarik napas dalam. "Aku tidak akan memaksa, karena untuk mengatakannya saja sudah sulit. Kau mau, um, berkencan denganku? Bukan hanya sekedar kencan, tapi kencan sebagai, you know, kekasih," Draco bisa merasakan jika lehernya ikut memerah sekarang.

"W-well," Harry akhirnya bicara. Tapi ia tidak bisa bertatapan langsung dengan manik kelabu milik Draco. "Ini adalah hal paling bodoh yang aku dengar hari ini. Dan kau juga terlihat sangat bodoh,"

Draco sebenarnya mau protes. Tapi ia sendiri sadar jika ia memang nampak seperti orang bodoh. "Jawab saja, kau mau atau tidak?"

Harry diam sesaat, memperhatikan kedua tangannya yang masih digenggam oleh Draco. "Asal kau tau saja," Harry akhirnya mulai menjawab, "sebagai sahabat, Hermione dan Ron sudah memberi restu mereka," Draco mengernyit tidak mengerti. "Karena kebodohanku, mereka tau jika aku menyukaimu,"

Draco mengerjap beberapa kali. "Kau, menyukaiku?"

"Um." Harry mengangguk dengan wajah memerah menahan malu.

Rona merah dan raut gugup Draco menghilang seketika digantikan dengan senyum lebar. Dan mungkin ia terlalu bahagia, hingga langsung saja mencium Harry tepat di bibir membuat kedua manik hijau Harry membola.

Draco tidak langsung melepaskan ciuman mereka, ia memeluk pinggang Harry membuat ciuman mereka makin dalam. Harry tidak punya alasan untuk menolak. Ia segera mengalungkan lengannya di pundak Draco, merasa nyaman dengan posisi ini.

"Ha! Aku menangkap kalian!"

Tiba-tiba sebuah suara menginterupsi. Harry dan Draco spontan melepaskan ciuman mereka dan menatap pada orang yang berhasil menangkap mereka. Atau malah, hantu yang berhasil menangkap mereka.

Keduanya terkejut mendapati Peeves sudah berada di atas mereka sambil melayang kesana-kemari. Wajah Harry menjadi semerah tomat karena malu, dan Draco memerah karena kesal sudah diganggu.

"Yay! Si Manja Malfoy dan Potty berkencan! Mereka berciuman! Mereka berciuman!"

Dan tanpa mempedulikan teriakan Harry dan Draco di belakangnya, Peeves sudah menghilang bagai kecepatan cahaya. Harry hanya bisa menghela napas, kalau sudah seperti ini, dijamin satu Hogwarts akan langsung tau.

"Well, mulai hari ini dan kedepannya, kita akan kerepotan," kata Harry membayangkan bagaimana ia harus meladeni pertanyaan-pertanyaan dari teman-temannya.

"Aku tidak keberatan," balas Draco makin mengeratkan pelukannya. "Dengan begini orang-orang tau jika hanya aku yang bisa mendapatkan hati seorang Harry Potter. Hanya aku," kata Draco dengan senyumnya.

Harry balas tersenyum. Sungguh, ia bahagia sekali sekarang. Harry mengecup sekilas bibir Draco membuat pemuda Malfoy itu gemas. "Lalu kau ingin apa sekarang?"

"Menghabiskan satu hari ini hanya bersamamu, tanpa diganggu siapa pun," jawab Draco mencium kening Harry, membuatnya tersenyum.

Dan mereka segera pergi dengan senyum dan tawa yang masih belum luntur. Seperti permintaan Draco, mereka hanya akan menghabiskan waktu dengan berdua saja di Kamar Kebutuhan tanpa diganggu. Menghilang sejenak, sekaligus bersiap untuk interogasi dadakan oleh satu sekolah nantinya.


He Loves HimCompleted