Title: Best Gift Ever

Genre: Romance

Rating: T

Words: 1k+


Draco Malfoy, baru saja bangun dan langsung mendapati setumpuk kado di samping kasurnya. Sudah pasti itu hadiah dari teman-teman dan mungkin juga penggemar untuk ulang tahunnya yang diantarkan oleh para peri rumah. Tidak seperti orang-orang yang selalu bersemangat saat menerima hadiah, Draco hanya menatapnya datar. Malahan tidak peduli.

"Merepotkan," gumamnya sambil berdiri dari kasur. Draco sama sekali tidak menyentuh hadiahnya. Ia langsung menuju kamar mandi dan bersiap.

"Tidak terasa ya, beberapa bulan lagi kita sudah menjadi murid tahun ketujuh," kata Pansy saat mereka sedang bersantai di asrama.

"Hm," balas Blaise, "tujuh tahun itu lama, tapi terasa singkat,"

"Benar sekali," Pansy menyetujui. "Kau sudah mulai berkemas, Draco?" gadis itu beralih pada Draco yang sedari tadi hanya diam.

"Sudah, sih," jawabnya, "tapi kado-kado itu masih belum aku bereskan,"

"Kau sudah pasti akan membuangnya, seperti biasa," balas Theodore yang entah sejak kapan sudah bergabung dengan mereka.

"Jangan buang hadiah dariku! Kau harus menerimanya kali ini," kata Pansy memperingatkan.

"Oh ya," Draco berdiri dari tempat duduknya, "aku tidak akan membuangnya, palingan aku sumbangkan ke gelandangan." dan ia sudah masuk ke kamar tanpa menoleh. Tidak mempedulikan Pansy yang mengomel di belakangnya.

Draco kembali berhadapan dengan setumpuk kado yang dari awal tidak pernah ia sentuh. Sekali pun tidak. Ia akhirnya mengambil satu persatu kotak tersebut hanya untuk sekedar mengetahui siapa pengirimnya. Namun satu bungkusan berwarna coklat tidak diberi nama, hanya ada ucapan selamat ulang tahun.

"Tumben, biasanya selalu ada namanya,"

Draco yang cukup penasaran dengan bungkusan tanpa nama itu akhirnya membukanya. Ia mengernyit saat mendapati sebuah syal berwarna hijau dengan inisial D di ujungnya.

"Orang bodoh mana yang memberikan syal di bulan Juni?" gumamnya sambil melipat kembali syal tersebut.

Draco akhirnya mulai memilih-milih kado yang akan ia bawa pulang (yang jumlahnya bahkan tidak sampai sepuluh) dan yang akan dia sumbangkan— alias buang.

.

"Harry? Ron?" panggil Hermione yang sudah siap dengan koper-kopernya.

"Yes!" jawab Ron dan Harry bersamaan. Dan tidak lama mereka berlarian turun dari tangga.

"Hermione! Kau pasti tidak akan percaya," kata Ron bersemangat saat sudah berada di depan Hermione. "Liburan kali ini, Harry akan tinggal bersama kami!" teriak Ron bersemangat dan di balas dengan senyum lebar oleh Harry.

"Really?" Hermione tampak terkejut, juga ikut senang. "Itu kabar bagus!"

Harry mengangguk bersemangat. "Kemarin Sirius bilang aku boleh pulang ke The Burrow, dia juga akan mampir sesekali. Mrs Weasley juga sudah mengirim surat jika dia akan menungguku pulang,"

"Ya, dan dia sama sekali tidak membicarakanku," sambung Ron malas.

Hermione terkekeh pelan. "Sayang aku tidak bisa bergabung dengan kalian. Tapi aku pasti akan datang secepatnya!"

Dengan tawa dan sesekali bercanda, mereka bertiga segera meninggalkan asrama. Masuk ke kerata, dan menghabiskan waktu dengan mengobrol seperti biasa.

"Harry dear!" sambut Molly saat Harry, Ron dan Ginny akhirnya sampai di The Burrow. Ia segera memeluk Harry.

"Lihat, kita sama sekali tidak disambut," kata Ron dan dibalas kekehan oleh Ginny.

"Mom, kami juga pulang," kata Ginny dan segera mendapatkan pelukan dan ciuman dari Molly.

"Ginny, kau makin tinggi saja!" kata Molly masih menatap anak gadisnya.

"Dan aku masih belum mendapatkan pelukanku." Ron meninggikan nada suaranya agar Molly segera beralih padanya. Tingkah Ron yang merajuk membuat Molly, Ginny dan Harry tertawa bersama.

"Kau merajut lagi?" Ron yang baru saja masuk ke kamar dengan secangkir susu coklat membuat Harry menoleh sekilas padanya. "Kau sudah seperti seorang gadis, mate," kata Ron sambil duduk di seberang Harry yang sibuk merajut.

"Ini baru rajutanku yang kedua," balas Harry tidak mengalihkan perhatiannya pada rajutan benang merah di tangannya.

"Syal yang kemarin, kau sudah menyelesaikannya?" tanya Ron sambil menyesap susu coklatnya.

Harry mengangguk. "Ya,"

"Mana? Lihat,"

Harry tidak langsung menjawab. Tangannya yang sedang merajut berhenti mendadak.

"Sepertinya tertinggal di Hogwarts," jawabnya dan kembali pada kegiatannya.

"Benarkah?"

Harry mengangguk sekali.

Ron hanya angkat bahu dan kemudian kembali ke bawah untuk meletakkan gelasnya yang sudah kosong. Dan Harry kembali sendirian sambil terus merajut.

Harry berhenti sejenak. Tetap diam, terlihat berpikir. "Apa dia menyukainya?" tanya Harry entah pada siapa, ia kemudian tertawa. "Bodoh, memangnya dia itu tipe orang yang akan menghargai pemberian orang lain?"

"Kalian hati-hati ya," kata Molly sambil memeluk Ron, Ginny, Harry dan Hermione bergantian. "Ingat, jangan buat masalah dan jangan cari masalah,"

Hermione tersenyum. "Tentu saja, aku pastikan mereka tidak akan membuat masalah," kata Hermione sambil mengepalkan tinjunya bersemangat.

"Ya, kau hampir sama galaknya dengan Mom, bagaimana mungkin kami bisa buat masalah," kata Ron yang berdiri dai samping Hermione.

"Lebih galak, sebenarnya," tambah Harry yang dibalas gelak tawa setuju oleh Ron dan Ginny.

Dan setelah beberapa kata perpisahan lainnya, mereka berempat segera masuk ke kereta. Ginny langsung bergabung bersama teman-temannya, Ron, Harry dan Hermione juga sudah menemukan tempat kosong.

"Tahun terakhir," kata Hermione tepat setelah ia duduk.

"Ya, singkat sekali rasanya," balas Harry duduk di seberang Hermione.

"Dan masih banyak hal yang belum aku lakukan!" tambah Ron bersemangat. "Aku akan melakukan semua yang aku inginkan di tahun terakhir kita."

"Seperti?" tanya Hermione penasaran.

"Ya seperti mengajakmu kenc—" Ron langsung menutup mulutnya dengan wajah yang tiba-tiba memerah. "Rahasia!" sambungnya cepat sambil mencibir kepada sahabatnya.

Hermione dan Harry balas menatapnya jengkel.

.

"Musim dingin datang terlalu cepat tahun ini," ucap Draco di sela sarapan pagi mereka.

"Ya," Theodore yang tiba-tiba saja muncul entah dari mana membalas perkataan Draco. "Baru awal Oktober, tapi sudah seperti awal Desember. Dan tumben kau tidak pakai syal Slytherin," kata Theodore saat menyadari jika Draco hanya memakai sebuah syal polos berwarna hijau.

Draco mendengus. "Tentu akan aku pakai jika seseorang tidak membakarnya,"

"Bukan salahku!" Pansy yang duduk di seberangnya langsung membela diri. Padahal Draco sama sekali tidak menyebutnya. "Itu salah Blaise!"

"Kenapa aku?" Blaise yang dari tadi hanya diam tiba-tiba saja difitnah.

"Tentu! Kalau saja kau tidak membuatku kesal dan diam saja di tempatmu, maka seharusnya kau yang aku ledakkan!" Pansy memberi alasan.

Blaise mendecih, tidak mau membalas lagi.

.

"Maswih paghi, tapwi -ereka sudah ribhut," kata Ron sambil menatap meja Slytherin. Dengan mulut yang penuh makanan tentu saja.

"Ronald, itu jorok, habiskan dulu makanan di mulutmu!" tegur Hermione yang langsung membuat Ron tertunduk seperti anak anjing. "Dan Harry, jangan bengong saja, makan sarapanmu." Hermione beralih pada Harry yang sedari tadi hanya memainkan sendoknya dengan pandangan entah ke mana.

"Iya iya," balasnya malas, "memangnya kau Ibu kami," gumamnya yang terdengar seperti anak kecil.

Harry segera menyuap makanannya, namun sesekali kembali menoleh ke meja seberang. Tempat yang dari tadi mengalihkan perhatiannya. Ia terus saja menatap Draco yang sibuk bicara dengan anak-anak Slytherin lainnya.

'Apa itu syal yang aku berikan?' tanya Harry pada diri sendiri. Ia masih tidak bisa melepas pandangan dari syal yang dikenakan Draco. Syal berwarna hijau yang persis seperti yang ia buatkan untuk Draco, hanya saja ia tidak bisa menemukan inisial D yang seharusnya ada di ujung syal.

"Kau tidak mau buatkan aku syal juga?" tanya Ron pada Harry sambil melihat syal berwarna merah dengan inisial H di ujungnya yang dipakai oleh Harry, saat mereka baru saja keluar dari kelas.

"Minta Hermione membuatkannya untukmu," balas Harry terdengar malas. Jelas jika ia sama sekali tidak akan menuruti perkataan sahabatnya tersebut.

Ron cemberut. "Aku juga berharap begitu, tapi dia lebih suka menghabiskan waktunya dengan buku daripada membuat syal,"

"Oh ya," balas Harry menyetujui, "bahkan dia lebih suka menghabiskan setengah harinya di perpustakaan daripada membantu kita mengerjakan tugas."

Dan siang itu, Hermione terus saja bersin di perpustakaan karena dua sahabatnya yang tak berhenti membicarakannya.

Harry baru saja kembali dari tempat Hagrid untuk sekadar berbincang, kembali ke kastil saat hari mulai gelap. Ia mengeratkan kembali syal merahnya dan menggosok telapak tangannya yang begitu dingin. "Kenapa hari ini dingin sekali, sih?" keluhnya sedikit menggigil.

"Kalau begitu mau aku hangatkan, Potter?"

Harry terlonjak kaget saat tiba-tiba berpapasan dengan Draco di persimpangan. Harry mencibir melihat Draco yang menampilkan seringai menyebalkannya. "Maaf saja ya, aku alergi padamu,"

Draco mendengus. "Aku yang seharusnya bilang seperti itu,"

"Bodoh," balas Harry seketika, "kau yang duluan menawarkan diri," dan mereka berdua berhasil membuat suasana memanas hanya dengan adu mulut yang begitu kekanak-kanakan.

Draco akhirnya mengalihkan perhatiannya pada syal merah milik Harry. Menjadikannya topik baru untuk diperdebatkan. "Syalmu bahkan terlihat konyol,"

"Dan apa urusanmu menilai milik orang lain?" Harry membalas. "Setidaknya aku berusaha untuk membuatnya sendiri, beda denganmu yang hanya bisa meminta,"

"Kau membuatnya sendiri?" Draco terdengar terkejut.

Harry mengangguk. Ia menduga Draco akan tertawa dan meledeknya. Namun Draco hanya memandangnya diam. Harry bingung saat Draco tiba-tiba malah menyentuh syalnya dan memperhatikan lekat-lekat huruf alfabet yang ada di sana. Ia lebih bingung lagi saat Draco membuka syal hijau yang sedari tadi melingkar di lehernya.

"Dan ini juga?" tanya Draco— entah apa maksudnya, sambil memasang ulang syalnya sehingga kini Harry dapat melihat inisial D yang berada di ujungnya.

Harry mengerjap beberapa kali. Kaget sekaligus bingung. Tidak ia sangka jika syal itu benar-benar syal yang ia berikan. Dan lebih kaget lagi karena Draco memakainya.

Draco sekilas menyeringai melihat reaksi Harry. "Well, ini pertama kalinya kau memberiku hadiah,"

"A-apa maksudmu itu dariku?" Harry berusaha tetap tenang saat menyangkal. Tapi sayangnya dia gagal.

Draco tersenyum puas penuh kemenangan. "Memangnya bukan?"

"Mungkin hanya kebetulan," Harry kembali menyangkal, "banyak orang yang memberikan syal untuk hadiah ulang tahun, dan sebenarnya itu tidak terlalu spesial,"

"Aku hanya bilang hadiah, bukan hadiah ulang tahun,"

Skak mat. Harry tidak tau harus membalas apa lagi. Sedang Draco benar-benar menikmati kemenangannya.

"Tidak perlu malu, aku menyukainya kok,"

"Bohong," balas Harry akhirnya tidak menyangkal lagi, namun kini ia menatap Draco malas. "Kau menyembunyikan huruf D itu pasti karena menganggapnya konyol, kan?" tebak Harry.

"Seratus persen benar," Draco tidak menyangkal sama sekali, membuat Harry makin dongkol. "Tapi karena tau ini darimu, aku jadi menyukainya,"

Harry diam tidak membalas. Bukannya karena tidak mempercayai kata-kata Draco, tapi bingung kenapa Draco mengatakan hal itu.

Draco menangkap ekspresi Harry. "Aku serius, aku sangat menyukainya. Aku senang sekali, thanks. "

Harry pasti salah dengar. Seorang Draco Malfoy berterimakasih? "Kau salah makan ya?" ia bertanya horor.

Draco tertawa. "Aku serius, Harry, aku sangat menyukainya. Apa pun itu darimu, aku suka. Dan bukankah ini bagus? Orang-orang pasti akan mengira jika kita memakai syal pasangan,"

Harry tidak membalas. Well, dari awal ia memang membuatnya menjadi barang couple.

"Pokoknya aku sungguh menyukainya," ulang Draco menegaskan, "ini adalah kado terbaik yang pernah aku terima."

Dan detik berikutnya, Harry tidak bisa merespon dengan baik apa yang baru saja terjadi. Draco tanpa diduga langsung saja memberikannya sebuah kecupan di pipinya. Wajah Harry memerah seketika.

Draco tersenyum. "Sekali lagi terima kasih ya," dan Draco sudah pergi dari hadapannya setelah melambai sekilas.

Harry memegang pipinya yang baru saja dicium oleh Draco. Wajahnya bahkan lebih panas daripada perapian, membuat ia melupakan cuaca dingin. Harry berusaha agar ia tidak berteriak kegirangan sekarang.

"Tenang, Harry, tenang." namun Harry malah tidak bisa berhenti tersenyum bahagia mengingat kejadian beberapa saat yang lalu. Benar-benar seperti siswi SMA yang sedang kasmaran.


Best Gift Ever Completed

.