Title: Even If It's Just For Tonight

Genre: Romance

Rating: T

Words: 1k+


Tok! Tok!

"Ngh?" Harry yang tertidur pulas di balik selimutnya dengan terpaksa membuka mata karena suara ketukan dari jendelanya. Harry mengambil posisi duduk dengan dongkol. Tentu Harry kesal, orang gila mana yang mengetuk jendela kamarnya tengah malam begini? Terlebih lagi, kamarnya di lantai dua.

Harry segera mengambil kacamatanya. Tepat ketika ia ingin turun dari ranjangnya, kedua bola mata Harry membola. Ia sungguh tidak mempercayai apa yang dilihatnya sekarang.

Harry hampir saja berteriak. Atau lebih tepatnya mengumpat saat mendapati senyum lebar pemuda berambut pirang dari balik jendelanya. Harry langsung melompat dari kasur dan membuka jendela.

"What the hell are you doing here?" teriak Harry pada pemuda yang kini berada di depan kamarnya sambil menaiki sebuah sapu.

"Biarkan aku masuk dulu," bukannya menjawab, pemuda itu malah dengan tidak sopannya langsung masuk ke kamar Harry.

Harry menatapnya tajam. Pemuda di depannya ini benar-benar tidak bisa membaca situasi. "Aku tanya, apa yang kau lakukan di sini, Draco Malfoy?"

Draco yang baru saja meletakkan sapunya berbalik menatap Harry. Mengabaikan wajah menyeramkan Harry, ia mendekat dan memberikan pelukan pada yang lebih pendek. "Aku kangen," jawab Draco berbisik di telinga Harry.

Harry menghela napas dan membalas pelukan Draco. "Kau bisa mengirim surat, tidak perlu datang ke sini. Bagaimana jika ada yang melihatmu?"

"Aku sudah terlalu kangen," jawab Draco membela diri. Ia melepaskan pelukan mereka dan mencium bibir sang kekasih sekilas. "Aku ingin cepat-cepat belajar Apparation, dan dengan begitu aku bisa datang ke kamarmu kapan pun,"

"Jika kau melakukannya, aku akan langsung mengusirmu!" ancam Harry namun dengan sebuah senyuman.

Draco membalas senyum Harry dan memeluk pinggangnya. Ia kembali memberikan Harry sebuah ciuman, namun kali ini lebih lama dan dalam.

Harry yang ingin membalas ciuman Draco tiba-tiba mendorong Draco kasar membuat pemuda Malfoy itu bingung. "Astaga! Sembunyi!" seru Harry berbisik panik. Ia memaksa Draco untuk bersembunyi di bawah kasurnya.

"Eh? Why?" Draco yang kebingungan hanya bisa mengikuti perintah Harry. Ia lebih bingung lagi saat Harry kembali ke kasurnya dan tertidur.

Baru saja Draco ingin bertanya, jawabannya sudah datang terlebih dahulu. Pintu kamar terbuka, seorang pria gemuk berdiri di depan pintu. Wajahnya mengantuk dan ia menatap lama pada Harry yang ternyata hanya pura-pura tidur.

Cukup lama, akhirnya pintu kembali tertutup. Harry dan Draco bernapas lega. Draco segera berdiri dan Harry juga ikut duduk.

"Itu tadi pamanmu?" tanya Draco yang diberi anggukan oleh Harry. Draco mendengus. "Dia jelek luar dalam,"

Harry hanya bisa terkekeh. Itu sebuah kenyataan. "But, Draco," panggil Harry, Draco memilih untuk duduk di sampingnya, "apa yang sebenarnya kaulakukan di sini? Sekali pun kau kangen, aku tidak pernah menduga kau akan datang ke Privet Drive,"

Draco tidak langsung menjawab, ia hanya tersenyum dan mengelus pipi Harry lembut. "Tidak apa-apa, serius. Aku hanya kangen,"

"Really?" Harry kembali memastikan. Sekali pun Draco menjawab lagi dengan anggukan, tetap saja Harry tidak yakin. Ia tau jika Draco sedang punya masalah. Tapi Harry tidak akan memaksanya untuk bercerita. Ia akan menunggu hingga Draco sendiri yang bicara.

"Kau sendiri tidak apa-apa, kan?" tanya Draco lembut.

"Maksudmu?"

Draco menghela napas, tau jika seharusnya ia tidak membahas ini. "Apa kau masih sedih?"

Harry yang paham tentang apa yang Draco bicarakan hanya bisa menundukkan kepalanya dengan lemah. "Entahlah," jawabnya tak kalah lemah.

Draco kembali mengelus pipi Harry lembut. Ia segera memeluk Harry dan sesekali memberikan kecupan di puncak kepalanya. Draco tau seberapa sedihnya Harry setelah kehilangan Sirius, satu-satunya keluarganya yang tersisa.

"Tapi aku merasa lebih baik setelah bertemu denganmu," ucap Harry dari ceruk leher Draco. "Thanks Dray, karena kau selalu ada di sisiku,"

Draco tidak membalas, seolah suaranya menghilang begitu saja.

"Apa kau kedinginan?" tanya Harry yang memecah keheningan yang sempat menyelimuti mereka.

"Yeah," jawab Draco yang melepaskan pelukan mereka untuk menatap manik emerald Harry. "Apa aku boleh tidur di sampingmu?" tanya Draco iseng.

Harry memutar mata malas. "Bibiku akan marah besar jika tau ada orang asing yang tidur di rumahnya,"

"Hanya berbaring, sebentar saja," Draco memohon, "aku yakin kau juga tidak mau aku segera pergi, kan?"

Harry hanya bisa tersenyum. Tentu saja, mana mungkin dia bisa membiarkan Draco untuk tinggal terlalu sebentar. "Pulanglah sebelum subuh, aku harus mulai beres-beres saat itu,"

Draco mengeram. "Mereka bahkan memintamu bangun pagi untuk beres-beres?" Harry hanya bisa tertawa kecil sebagai balasannya.

Dalam sekejap, keduanya sudah berbagi selimut di atas ranjang Harry. Draco benar-benar tidak mau melepaskan pelukannya dari Harry, ia terus mengeratkan pelukannya bahkan saat sudah tidak ada jarak lagi di antara mereka.

"Besok kita sudah menjadi murid tahun keenam," Harry kembali memecah keheningan, "semua berlalu begitu cepat,"

"Hm," Draco menyetujui, "makanya aku menemuimu malam ini," ucapnya yang membuat Harry bingung. "kita mungkin saja tidak punya banyak waktu untuk bertemu,"

"Apa maksudmu?" Harry tidak begitu setuju. "Kita pasti punya banyak waktu. Walaupun aku akan kesulitan menghadapi Hermione, dia sudah mulai curiga jika aku sedang mengencani seseorang,"

Draco tersenyum tipis di sudut bibirnya. Ia makin memeluk Harry erat dan memberikan beberapa kecupan.

Harry hanya bisa tertawa geli. Ia akhirnya memilih untuk membenamkan wajahnya di dada Draco. Keheningan di antara mereka hanya membuat Harry tidak bisa berhenti berpikir. Ia tau kenapa Draco membicarakan hal seperti itu. Draco punya alasan. Harry tidak tau pasti, yang jelas, ia tau bagaiamana ini akan berlanjut.

"Dray," panggil Harry yang hampir tidak terdengar oleh Draco.

Jeda yang cukup lama hingga Harry melanjutkan perkataannya. "Saat aku membutuhkanmu, kau akan datang, kan?"

Jeda yang Draco berikan untuk menjawab jauh lebih lama lagi. "Tentu," ia akhirnya menjawab. "Mungkin akan sulit, tapi aku akan selalu ada untukmu,"

Harry tersenyum, makin memeluk Draco erat. Ia sudah menduga jika jawaban Draco akan sedikit berbeda dari biasanya. Draco biasanya menambahkan jika ia akan selalu berada di sisi Harry, namun kali ini kalimat itu tidak ia ucapkan. Harry tidak perlu bertanya kenapa. Lagipula, dari awal, mereka sudah berada di sisi yang berbeda.

"Harry," kini giliran Draco yang memanggil, "bolehkah aku meminta sesuatu padamu?"

"Tentu. Apa?"

Draco melonggarkan pelukannya untuk menatap lurus pada wajah Harry. "Aku tidak akan berhenti. Aku akan melakukan apa yang harus aku lakukan. Dan saat itu, jangan ragu untuk menghancurkanku," suaranya terdengar bergetar.

Draco benci ini. Dia merasa seperti pengecut hanya dengan memikirkan perintah Lord Voldemort padanya. Diberikan pilihan yang bahkan tidak bisa ia pilih.

Harry membalas tatapan Draco dengan lembut. Ia menyimpan kesedihannya ketika melihat manik kelabu dingin itu. Ia tidak tau harus apa sekarang.

"Tapi ingat, Harry," Draco kembali bicara, "aku masih Draco Malfoy yang jatuh cinta pada Harry Potter, dan aku tidak akan pernah melepaskanmu."

Harry benar-benar tidak membalas. Ia hanya kembali menenggelamkan wajahnya ke dada Draco, ingin menutup mulutnya. Dia paling tidak suka jika sudah membahas ini.

"Dan meskipun aku tidak ada di sampingmu, kau selalu tau di mana aku sebenarnya berada kan?"

Pertanyaan Draco membuat Harry kembali mengangkat kepala. Ia mencium Draco di bibir dan tersenyum. "Bagaimana mungkin kau bertanya walau sudah tau jawabannya,"

Draco balas mencium bibir Harry sekilas. "Aku hanya ingin mendengarnya langsung darimu,"

Harry tersenyum lembut, kembali membenamkan wajahnya di dada Draco. Ia mencoba untuk tidak memikirkan hal itu lagi.

Draco merenung lama, memikirkan apa lagi yang harus ia katakan. Baginya ini belum cukup. Ia masih ingin mengatakannya, betapa ia tidak ingin meninggalkan pemuda di dalam pelukannya saat ini. Sulit menjadi Draco Malfoy dan Harry Potter, namun ia ingin mengatakan jika ia tidak akan menyerah untuk mereka. Dari awal Draco sudah merasa jika pilihan yang mereka ambil tidak akan semudah itu untuk berakhir bahagia, tapi ia tidak pernah, sekali lagi, tidak akan pernah menyesali pilihannya.

"Harry," panggil Draco lagi. Suaranya terdengar lebih pecah dari sebelumnya. Ia benar-benar tidak sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya, "kau boleh membenciku, karena kau sudah pasti akan membenciku setelah ini," ucapnya dengan napas yang memburu.

Draco tidak bisa membayangkan bagaimana Harry akan menangis dan tenggelam dalam kesedihan lagi. Dan itu semua karena Draco. Draco tidak bisa menolaknya, ia harus melakukan ini demi keluarganya. Ia harus menjadi seorang pembunuh.

"Bodoh," balas Harry setelah diam cukup lama, "aku bahkan sudah membencimu dari dulu,"

Draco terkekeh pelan. "Ya, tentu saja kau membenciku," dan ia makin memeluk Harry erat. Berkali-kali memberikan kecupan pada Harry hingga membuat pemuda berambut hitam kegelian.

"Sekali lagi, terimakasih, Draco," ucap Harry mengangkat kepalanya untuk menatap Draco. Ia tersenyum lebar, "malam ini adalah malam paling luar biasa di musim panas ini,"

Draco tersenyum di sudut bibirnya dan mencubit pipi Harry gemas. "Bagiku tiap waktu bersamamu itu luar biasa, Harry, begitu berharga. Sungguh, aku ingin menghabiskan malam ini hanya denganmu,"

"Aku maunya juga begitu, tapi kau ingat kapan kau harus pergi, kan?"

Draco tiba-tiba cemberut. "Serius, aku ingin cepat-cepat menikahimu dan membawamu keluar dari tempat mengerikan ini,"

Harry tertawa kecil. "Pokoknya pergilah sebelum matahari muncul, bahaya juga kalau ada yang melihatmu saat terbang,"

"Aku akan pergi," ucap Draco, "tapi setelah kau tertidur," dan ia makin mendekatkan wajah mereka, ingin mencium Harry lebih banyak lagi.

Harry mencubit hidung Draco sekilas, merasa gemas dengan Draco yang bertingkah manja padanya. "Kalau saja ini bukan rumah Pamanku, maka aku tidak akan tidur hingga pagi,"

Draco mencium Harry gemas. "Thanks, Harry, karena sudah memberikanku kesempatan untuk memilikimu,"

Harry tersenyum begitu lembut. Mengelus wajah Draco perlahan. Harry tau, masih banyak lagi yang ingin Draco katakan padanya. Dan Harry juga tau, jika apa yang akan dikatakan Draco hanya akan menyakitinya. Tapi ia tidak peduli.

Sejak Draco mengungkapkan perasaannya, sejak Harry mulai tertarik pada Draco dan sejak mereka mulai berkencan, Harry sudah tau apa yang akan menunggu mereka nanti. Mereka sudah melihat persimpangan itu dari awal, mereka hanya tidak mau membicarakannya.

"Setelah semuanya berakhir," bisik Draco di telinga Harry, "aku janji akan membawamu kemana pun kau mau. Aku janji, jika kita tidak akan terpisah lagi. Aku janji, jika tidak akan ada selamat tinggal untuk kita,"

Hanya angin malam yang menyahut. Harry lebih memilih untuk memeluk Draco makin erat dari pada membalas dengan kata-kata. Dia tidak perlu membalas, karena dia yakin jika Draco serius dengan perkataannya. Dan Harry akan melakukannya juga. Entah apa yang akan terjadi nanti, setidaknya biarkan mereka untuk diam dan saling memiliki, meskipun hanya untuk malam ini.


Even If It's Just For TonightCompleted