Title: I Know You Will Come
Genre: Romance
Rate: M
Words: 2k+
"Selanjutnya yang mendapat nomor 7 dan 8 akan berpasangan." Profesor Sprout menatap semua muridnya. "Siapa yang mendapat nomor 7?"
Salah seorang murid Slytherin mengangkat tangannya. Terlihat dari wajahnya, pemuda itu tidak peduli. Dia sama sekali tidak tertarik.
"Baiklah, Malfoy," kata Profesor Sprout dan Draco Malfoy menurunkan tangannya. "Lalu, yang mendapatkan nomor 8?"
Murid lainnya saling pandang, tidak ada yang mengangkat tangan. Baru saja Profesor Sprout ingin kembali bersuara, seseorang menghela napas dan menarik perhatian semua orang. Murid-murid lain mulai berbisik. Mendapati jika hal ini sungguh menarik.
Profesor Sprout mengambil tanamannya dan menyerahkannya pada pemilik nomor 8. "Malfoy dan Potter, kalian mengurus tanaman yang ini."
.
"Kenapa kau tidak bekerja?" Harry Potter, pemuda itu melipat tangan di depan dada dengan tatapan lurus pada Draco Malfoy yang sedari tadi hanya bersantai dengan sebuah apel di tangannya.
"Well, karena aku tidak mau membantumu?" jawab Draco.
Harry mendengus. Sungguh, dia ingin melepaskan tinjunya pada wajah menyebalkan itu. "Kalau kau tidak bekerja, akan kubilang pada Profesor jika kau tidak butuh nilai." Harry menyeringai di akhir perkataannya.
Draco memutar mata malas. "Kau menyebalkan."
"Kau lebih menyebalkan."
Draco akhirnya bangkit dari duduknya. "Apa yang harus aku lakukan? Kau sudah menyelesaikan semua tugasnya, kau seharusnya menyuruhku lebih awal."
"Sekali pun aku menyuruhmu lebih awal kau tetap tidak akan membantu, 'kan?" kata Harry malas sambil membawa tanaman mereka ke bawah sinar matahari.
Draco mengangkat bahunya, ingin kembali bersantai. Namun sayang, Harry langsung menarik lengannya dan menatapnya tajam. "Apa lagi? Kita hanya perlu menunggu sepuluh menit dan kembali membawa tanaman itu ke dalam, apa salahnya jika aku bersantai?"
"Oh, ya, tidak ada yang salah. Sama sekali tidak," Harry bicara dengan nada kesal, "tapi, bisakah setidaknya kau berhenti bersantai? Aku rasa kau sudah melakukannya sejak setengah jam yang lalu."
Draco mendesah lelah. "Di sini membosankan, apa lagi yang bisa aku lakukan selain bersantai?"
"Lakukan sesuatu agar kau tidak bosan, kalau begitu," usul Harry jengkel.
"Jujur, Potter, semua hal menjadi membosankan karenamu," balas Draco yang lagi-lagi membuat Harry kesal. "Satu-satunya hal yang menyenangkan adalah mengejekmu, tapi kau bahkan tidak membalas ejekanku dari tadi. Itu membuatku benar-benar bosan."
Harry tidak dapat membalas lagi selain menghela napas untuk yang kesekian kalinya hari ini. "Aku yang seharusnya mengeluh di sini," bisik Harry lelah.
"Kau juga merasa bosan," kata Draco tiba-tiba.
"Untuk apa kau bertanya?"
"God, I didn't ask."
"Ya, ya, lalu?"
"Ingin mencoba sesuatu yang menyenangkan?"
Harry menaikkan alisnya, penasaran. "Well, apa itu?"
Sudut bibir Draco terangkat. Seringai—yang menurut Harry sangat menyebalkan—itu kembali. Harry langsung mundur saat Draco maju mendekatinya. Draco maju lagi, Harry mundur lagi, seperti itu terus hingga Harry akhirnya tidak punya pilihan lain selain diam karena lemari di belakangnya.
"Bisakah kau berhenti?" tanya Harry gugup saat Draco mulai menundukkan wajahnya hingga sejajar dengan Harry. Terlalu dekat hingga Harry bisa merasakan napas hangat Draco menerpa wajahnya.
"Aku sudah berlari duluan, sulit untuk berbalik," bisik Draco tepat di telinga Harry yang membuatnya kegelian.
Harry tentu merasa tidak nyaman. Pemuda berkaca mata itu segera mengangkat tangannya, ingin mendorong Draco menjauh. Namun, kata-kata berikutnya dari Draco membuat Harry tidak bisa berbuat apa-apa. Jantungnya berdegup kencang dan Harry tidak perlu bingung dengan alasannya.
"Kau menggemaskan. Aku menyukaimu." Draco makin mendekat, seolah bersandar pada Harry. "Aku selalu menyukaimu," bisiknya terdengar lebih serius.
"Tunggu, bukankah ini... apa yang kau lakukan?" Harry berteriak bingung saat Draco dengan tiba-tiba memeluk pinggangnya. "Malfoy, berhenti bercanda." Harry menatap Draco tajam. Dia menolak, sangat menolak, tapi kenapa dia tidak bisa mendorong pemuda Malfoy itu menjauh?
"Aku sudah bilang, sulit untuk berbalik." Draco sendiri tidak menyadarinya ketika bibir mereka saling bertemu. Dia tidak merencanakan ini, tetapi dia akan tetap melanjutkan apa yang terjadi. Lagipula, Harry tidak menolak, pemuda itu menikmatnya.
"Bukan hanya aku, kau terbawa suasana," ucap Draco di sela ciuman mereka yang entah sejak kapan menjadi lebih bergairah. Seringainya kembali saat Harry kembali menariknya dalam sebuah ciuman tanpa bicara apa pun.
"Apa menurutmu Harry dan Malfoy masih ada di sini?"
"Mungkin saja."
Harry dan Draco terkejut mendengar suara yang mulai mendekat. Harry bahkan spontan mendorong Draco, tetapi sepertinya Draco tidak akan semudah itu melepaskan Harry.
"Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku! Kelompok lainnya akan segera datang!" teriak Harry mencoba melepaskan diri dari Draco.
"Tidak semudah itu, Potter."
"What? Mereka sudah ada di depan— umph!" Harry lagi-lagi dibungkam dengan sebuah ciuman.
Pintu terbuka, sepasang murid Hufflepuff dan Ravenclaw masuk. Keduanya diam memperhatikan ruangan yang hanya penuh dengan tumbuhan.
"Tidakkah kau mendengar seseorang tadi?" tanya sang Hufflepuff.
"Ya, aku mendengarnya. Suaranya terdengar seperti Harry."
"Mungkin itu memang dia, tapi di mana? Apa dia dan Malfoy sudah menyelesaikan tugas mereka hari ini?"
"Tentu saja belum, tanaman mereka masih ada di luar," jawab sang Ravenclaw. "Aku yakin mereka terlalu muak berada di satu ruangan yang sama, makanya mereka pergi sebentar."
"Hm, sepertinya memang begitu."
Kedua murid itu menyelesaikan obrolan mereka, kemudian segera mengambil tanaman mereka dan memulai tugas. Sesekali mereka mengedarkan pandangannya saat samar-samar mendengar suara orang berbisik, namun mereka memilih untuk tidak peduli.
Sekarang, ke mana perginya Harry dan Draco yang tadi masih berciuman dengan panas? Mungkin lemari di sudut ruangan itu adalah jawabannya.
Tepat saat kedua murid itu akan datang, Draco segera mendorong Harry masuk ke lemari yang berada di belakang mereka. Kini keduanya masih saling menempel di ruangan sempit itu. Harry tidak bisa memberontak—walau ia ingin sekali melakukannya—karena Draco memeluknya erat.
"Bisa kau singkirkan tangan sialanmu itu dari pinggangku?" bisik Harry sambil menatap tajam Draco.
"Baiklah," jawab Draco dan langsung memindahkan tangannya. Namun hal itu hanya membuat Harry makin kesal.
"Maksudku, singkirkan tanganmu dariku, bukannya memindahkannya ke bokongku."
Draco tidak membalas, ia malah kembali menyeringai. Cukup lama hanya memperhatikan wajah marah Harry, Draco akhirnya memajukan tubuhnya, kembali mencium bibir Harry dengan ganas.
"Dra- kita bisa... ketahuan!" ucap Harry berhati-hati.
"Makanya diam saja," bisik Draco di sela ciuman mereka. Ia memeluk Harry hingga benar-benar tidak ada lagi jarak diantara mereka.
Harry mencoba untuk melawan, tetapi Draco tidak membiarkannya pergi. Harry juga tidak bisa mendorong Draco terlalu kuat, ia khawatir jika mereka akan ketahuan.
Draco mengambil kesempatan dan memasukkan lidahnya ke dalam mulut Harry yang terbuka. Lidah mereka saling mendorong dan itu hanya membuat ciuman mereka makin bergairah. Rasa percaya diri Draco makin tumbuh saat Harry sudah menyerah untuk menolaknya. Siapa pun juga akan menyerahkan diri pada ciuman panas seperti ini, 'kan?
"Kau sungguh menikmatinya..." Draco menyeringai lebar menatap wajah memerah Harry. Sepasang manik hijau menatapnya seolah meminta sesuatu dan Draco tahu apa itu. Ia tahu betul apa yang diinginkan pemuda manis dalam pelukannya ini.
Perlahan, kedua tangan Draco mulai menyelinap masuk ke dalam kemeja Harry. Tangannya yang dingin dengan berani mencuri kehangatan dari kulit Harry. Sesuatu masih terasa kurang dan Draco menyadarinya. Ia segera mencium bibir Harry lagi, menghisap, mengecup dan menjilatinya seperti permen.
Harry tidak bisa menyangkal jika sentuhan Draco benar-benar membuatnya candu. Jari-jari Draco yang bergantian mengelus punggungnya terasa begitu nikmat. Harry juga tidak mau menutup matanya saat Draco kembali menciumnya. Ia ingin melihatnya, manik kelabu itu, Harry tenggelam di dalamnya.
"Hei, apa kita tidak mendapat pupuk tambahan?"
Harry yang sudah sepenuhnya tenggelam kembali tersadar jika ada dua orang teman mereka yang bisa menangkap mereka kapan saja. Harry kembali mencoba mendorong Draco, tapi sepertinya sentuhan Draco membuat Harry kehilangan kekuatannya. Dia hanya bisa menyenderkan dirinya pada Draco.
"Bisakah kita berhenti sekarang?" Harry menatap Draco memohon.
"Kenapa?" Draco malah balik bertanya. "Kau menikmatinya, jangan bohong, Harry..." bisiknya tepat di telinga Harry. Draco terkekeh pelan saat telinga Harry langsung ikut memerah.
Harry ingin membalas perkataan Draco, tetapi tindakan Draco yang selanjutnya membuatnya terkejut. "Draco!" teriak Harry tertahan.
Bukannya menjawab, Draco makin mempercepat apa yang ingin dilakukannya. Membuka celana Harry tidak sulit, tapi leluasa untuk memainkan bokong menggemaskan itu cukup sulit. Harry terus saja menepis tangannya dan mencoba kembali memasang celananya.
"Draco!" Manik hijau Harry menyala, ia mengutuk Draco dengan matanya. "Jangan coba-coba untuk melakukan lebih dari ini!"
"Ngomong-ngomong, apa kau mendengar sesuatu?"
Lagi. Harry terkejut saat mendengar suara di luar. Jantungnya berdetak cepat saat mendengar suara itu begitu dekat dengan tempat mereka sekarang.
"Suara apa? Aku tidak mendengar apa pun," jawab sang lawan bicara.
"Aneh, aku yakin mendengar sesuatu tadi."
"Lupakan saja, sebaiknya kita bekerja lebih cepat agar bisa kembali lebih cepat juga,"
"Hm, kau benar."
Suara orang bercakap-cakap itu mulai menjauh. Harry menghela napas lega dan kembali menjatuhkan tubuhnya dalam pelukan Draco.
"Lihat, kau tidak akan menyerahkan dirimu padaku jika kau memang tidak menikmati ini," ucap Draco dengan seringai menghiasi wajahnya.
Harry menatapnya tajam. "Baiklah, aku memang menikmati ciuman itu, tapi sekarang singkirkan tanganmu dari sana!"
"Dari mana maksudmu?" Draco kembali menggoda Harry. Ia lagi-lagi meremas bokong Harry, tidak peduli dengan tatapan membunuh Harry padanya. "Kenapa kau tidak lepaskan saja sendiri tanganku dari sana? Kalau kau tidak membencinya, kau seharusnya sudah menyingkirkannya dari tadi, kan?"
Harry menggeram. Tidak dia sangka jika Draco Malfoy bisa membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa seperti sekarang. Salah, ini sungguh salah.
"Lagipula, kau juga perlu bantuan di sini..." Draco tersenyum puas melihat milik Harry yang benar-benar sudah menegang.
Wajah Harry makin memanas saat tangan Draco yang jahil bermain dengan miliknya yang masih terbungkus celana. "Bastard, let go of me!" Harry berusaha sekuat tenaga agar suara-suara aneh itu tidak keluar dari mulutnya. Jujur saja, Harry mengakui jika dia begitu menikmatinya.
Hanya dalam hitungan detik, kini Harry tidak bisa menolak, ia menyerahkan dirinya pada Draco. Membiarkan pemuda Malfoy itu memanjakannya.
Harry menggigit bibir bawahnya hingga terlihat pucat. "Kiss... kiss me!" Harry bersumpah hanya akan membuang harga dirinya untuk kali ini saja.
Kedua alis Draco terangkat, tidak menyangka jika akan mendengar permintaan itu dari Harry Potter. Draco lebih dari puas sekarang. Ia perlahan mendekatkan wajah mereka kembali, menatap manik emerald Harry yang begitu mendambakannya. "Well, tapi aku tidak bisa memberikannya sekarang."
Harry membelalak mendengar perkataan Draco. "S-sorry?" Harry tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, wajahnya menatap Draco bingung, bibirnya gagap ingin bicara sesuatu, bukti kalau dia kecewa.
"Sepertinya mereka sudah pergi," kata Draco sambil merapikan pakaiannya, "ayo keluar sekarang."
Harry menghela napas menahan amarahnya. Ia dengan cepat merapikan pakaiannya dan keluar dari lemari. Di depannya, Draco berdiri dengan wajah arogan seperti biasanya, tersenyum lebar meledek Harry.
"Apa kau begitu menginginkannya?" ledek Draco tertawa.
"Jangan konyol, tadi itu aku hanya... hilang akal," bantah Harry yang terdengar seperti bisikan.
"Tapi wajahmu mengatakan kalau kau kecewa."
"Tidak! Aku tidak menginginkannya dan tidak mengharapkannya!"
Draco tertawa lebih keras. "Tenang saja, aku hanya bilang jika aku tidak bisa memberikannya padamu sekarang," kata Draco sambil maju mendekati Harry, "aku bisa memberikannya nanti."
Harry mengernyit tidak mengerti. "Maksudmu?"
"Setelah makan malam, aku akan menunggumu di Kamar Kebutuhan."
Harry terdiam beberapa saat untuk memahami perkataan Draco. "M-maksudmu kau memintaku untuk datang dan melanjutkan..." Harry tidak bisa menyelesaikan perkataanya.
Draco mengangguk ringan dan berjalan mundur. "Ya, aku akan menunggumu bahkan hingga fajar."
Harry mendengus. "Dan kau yakin aku akan datang?"
"Seratus persen yakin," jawab Draco dan kemudian berbalik, segera keluar meninggalkan Harry. "Dan jangan lupa untuk memasukkan kembali tanamannya!" seru Draco dari kejauhan.
Harry menghentakkan kakinya. Dia tidak tahu lagi bagaimana caranya menyampaikan kekesalannya. "Tunggu saja sampai kau lumutan!"
.
Malamnya, Harry terlihat berpikir keras di atas ranjangnya. Dahinya berkerut dengan tangan terlipat di dada. Gumaman tidak jelas keluar dari mulutnya yang tertutup rapat.
"Kau sedang memikirkan apa sih?" tanya Ron yang baru saja masuk ke kamar. Bingung melihat Harry yang berpikir begitu keras seperti sedang ujian.
"Aku hanya sedang memikirkan cara untuk kabur dari neraka," jawab Harry serius. "Kau ada saran Ron?"
"Neraka yang seperti apa?" Ron balas bertanya sambil naik ke ranjangnya.
Harry menghela napas dan kemudian berbaring. "Aku ingin menghindari seseorang. Baik itu malam ini atau pun besok," jelas Harry terdengar lelah.
"Apa orang itu yang mengejarmu?"
"Tidak, orang itu... menunggu. Ya, hanya menunggu."
"Kalau begitu jangan datang padanya," jawab Ron mencoba menyamankan diri di balik selimutnya.
Harry diam sesaat, memikirkan perkataan Ron. Benar, kenapa dia harus pusing memikirkan hal ini? Dia hanya perlu menghindari Draco, tidak datang ke Kamar Kebutuhan dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa besoknya.
"Kalau begitu aku tidur dulu. Good night Harry," kata Ron sambil menguap lebar.
"Hm, good night," jawab Harry pelan. Matanya masih terbuka, ia menatap langit-langit dalam diam. "Benar, aku tidak perlu memikirkannya lagi. Terserah dia mau menunggu hingga pagi, aku tidak peduli lagi," bisik Harry sambil menarik selimutnya. Kedua matanya perlahan menutup, dan seketika ruangan menjadi begitu sunyi.
Di waktu yang sama tetapi di tempat yang berbeda, di Kamar Kebutuhan, hanya ada seorang pemuda, sebuah kursi dan beberapa lilin yang menyala. Dengan tenang, pemuda berambut pirang itu menunggu dalam diam. Tidak ada tanda-tanda jika dia akan beranjak dari tempat duduknya.
Satu jam, dan dia masih tetap pada posisinya. Namun kemudian, suara pintu terbuka memecah keheningan dalam ruangan. Sudut bibirnya terangkat, ia menyeringai penuh kemenangan.
"Sudah kubilang, kau pasti akan datang," Draco mengangkat kepalanya menatap Harry yang berjalan ke arahnya.
Harry hanya memutar mata malas mendengar nada menyebalkan itu. "Jangan membuatku berubah pikiran dengan mengatakan hal-hal yang menyebalkan," ucap Harry tegas.
Draco tidak peduli. Senyumnya makin bertambah lebar saat Harry kini berada tepat di depannya. Ia segera memeluk pinggang Harry dan membawanya kepangkuannya. "Aku tidak akan melepaskanmu mulai dari sekarang, kau harus ingat itu," bisik Draco setelah memberikan kecupan di pipi Harry.
Harry tidak membalas. Ia malah makin mendekatkan dirinya pada Draco. "Aku ada latihan Quidditch besok, jangan bermain terlalu kasar, mengerti?"
Draco tertawa pelan. "Baiklah, tapi jangan harap kau bisa tidur malam ini."
.
I Know You Will Come — Completed
