"Aku tidak bisa pulang liburan musim ini." Gadis itu, Yamanaka Ino, menaruh ponselnya di atas meja setelah mengaktifkan pengeras suara sementara

tangannya sibuk menata tumpukan buku di meja belajarnya.

"Kenapa?" Suara lembut wanita paruh baya itu terdengar penuh tanya, menerka kenapa putri sulungnya memilih tidak pulang pada liburan musim ini padahal biasanya Ino selalu ingin pulang.

"Aku bosan." Jawaban yang konyol, membuat ibunya mendenguskan tawa pelan.

"Lalu apa rencanamu liburan ini? Main ke rumah Tenten dan Hinata?"

"Tidak. Aku juga sudah bosan," sahutnya sambil tertawa pelan.

"Lalu?"

"Baru-baru ini aku menerima tawaran menjadi pengasuh bayi selama liburan."

"Kau yakin? Ibu takut bayinya kenapa-kenapa kalau kau yang mengasuh."

Berikut adalah teks yang telah dimodifikasi sesuai permintaan:

"Ino memajukan mulutnya. "Aku ini lebih dari mampu untuk melakukannya."

"Baiklah, baiklah, lakukan dengan baik. Awas saja kalau ibu sampai dengar berita bahwa seorang pengasuh bayi melakukan penganiayaan terhadap bayi atau apalah itu. Ibu tak akan segan-segan menghukummu."

Ino terkekeh pelan. Buku-bukunya sudah selesai dirapikan dan ia meraih ponselnya. "Sudah dulu ya, Bu. Kututup teleponnya."

Tut..."


Awal libur musim panas. Yamanaka Ino merapikan seluruh kamarnya yang biasa berantakan menjadi rapi seolah baru dihuni. Ia menatap puas penjuru ruangan 3x6 meter itu setelah berkutat selama hampir 3 jam di sana.

Sekarang tidak ada lagi buku-buku berserakan, tumpukan piring kotor, tumpukan pakaian bersih dan kotor, tumpukan sampah bekas pembuatan berbagai maket, juga kolong ranjang yang sedikit berdebu. Kesibukannya sebagai mahasiswi Desain Interior dengan banyak tugas sampingan membuatnya berubah menjadi gadis malas.

Padahal ia datang ke Jepang dengan tekad akan menjadi mahasiswi rajin dan bersih.

Untung saja keluarganya tinggal di China, jadi ia tak perlu pusing memikirkan reaksi ibunya melihat kamar sewanya serupa gudang.

Lalu gadis itu merebahkan dirinya di kasur yang sudah ia ganti sprei dan selimutnya, menikmati kerja kerasnya hari itu. Tangannya meraih sebuah buku catatan kecil, membukanya di bagian tengah, dan mulai memikirkan apa saja yang akan ia lakukan dan ingin ia beli selama liburan.

Tapi baru selesai menulis untuk baris pertama, ia sudah merebahkan kepalanya dan terlelap dengan cepat sementara buku catatannya masih terbuka.

What i want to do?

"Paket!"

Suara itu mengusik kesadarannya berkat gedoran keras di pintu. Ino terbangun dan menatap jengkel pada pipinya yang sedikit basah.

Begitulah yang akan terjadi kalau ia tidur menelungkup dalam keadaan lelah. Air liurnya akan merembes keluar.

"Paket!"

Suara gedoran menyentakannya. Cepat-cepat membasuh wajah lalu membuka pintu kamarnya dan mendapati kurir pengantar barang menatapnya jengkel.

"Atas nama Yamanaka Ino?" Tanya kurir itu, berusaha terlihat tetap sopan tapi malah terkesan kaku.

"Ya, saya sendiri."

"Ada paket untuk nona. Tolong tanda tangan disini."

Ino menerima paket itu, mengempitnya di lengan kiri lalu membubuhkan tanda tangan.

"Terima kasih."

Lalu kurir itu berlalu begitu saja, membuat Ino mendengus. Jadi kurir memang melelahkan dan menyebalkan.

Tapi Ino tak ambil pusing karena paket berisi tas selempang yang ia pesan 2 hari lalu akhirnya tiba. Ia akan menggunakan tas cantik baru berwarna biru navynya itu untuk merayakan hari jadinya yang ke 2 tahun dengan Sabaku Gaara besok.

Yamanaka Ino

Tak lama berselang, ponselnya berdering. Layarnya menampilkan nama 'Nyonya Uchiha' sebagai pemanggil dan seketika gadis 21 tahun itu tersenyum lebar.

Ino menatap wanita paruh baya di hadapannya dengan canggung. Nyonya Uchiha di telepon tampak berbeda begitu ia berhadapan langsung dengannya. Tampak dingin, elegan, berkelas. Tipikal tak tersentuh dan membuat siapapun yang berhadapan menjadi segan.

Gadis itu hendak membuka obrolan lebih dulu, tapi kalimatnya tertelan kembali saat menatap Nyonya Uchiha menyeruput tehnya dengan gerakan yang begitu anggun. Seketika ia merasa bagai rakyat jelata di hadapan sang Ratu.

"Nona Yamanaka Ino?" Suara wanita itu mengalun lembut, tapi mengandung ketegasan.

"Benar, Nyonya Uchiha."

"Aku sudah membaca profilmu dan menyelidiki latar belakangmu. Maaf kalau aku telah lancang melakukannya, tapi aku ingin cucuku berada dalam pengasuhan orang yang tepat," ujarnya, menatap Ino tepat di manik mata.

Ino mengangguk sopan, berusaha mengimbangi sikap Nyonya Uchiha yang begitu formal dan berkelas. Tapi tetap saja, pada akhirnya ia merasa seperti rakyat jelata. "Tidak apa-apa, Nyonya Uchiha. Saya dapat memahami."

Nyonya Uchiha menyunggingkan sebuah senyum, menampakkan tulang pipinya yang berproporsi tinggi. "Kapan kau bisa mulai?"

"Lusa, Nyonya. Karena saya masih ada urusan yang harus diselesaikan besok." Lebih tepatnya, besok ia akan berkencan seharian dengan Gaara.

"Baiklah." Nyonya Uchiha tersenyum sekali lagi. "Aku akan mengirim alamat yang harus kau datangi lusa ke alamat emailmu."

"Baik, Nyonya."

"Untuk jam kerjamu, kau akan tinggal di sana sesuai kesepakatan. Itu artinya, kau harus siaga 24 jam atas setiap kebutuhan cucuku, termasuk apabila ia terbangun di tengah malam dan kau tidak boleh mengabaikannya."

Ino mengangguk. Bukankah anak kecil hanya akan terbangun sesekali karena haus atau buang air? Jadi, ia pikir itu tidak akan menyulitkannya. Toh ia terbiasa bangun di tengah malam untuk lanjut membuat tugas maket. "Baik, Nyonya."

"Sesuai kesepakatan yang telah kau ajukan, kita akan terikat kerja sama selama 3 bulan. Dan selama itu, segala keperluanmu akan ditanggung."

Ino mengangguk lagi, diam-diam mengagumi pemilihan kata wanita berkelas itu.

"Aku akan menghitung bayaranmu penuh

selayaknya seorang ibu yang mengasuh anaknya 24 jam setiap hari. Setiap tanggal 2 aku akan mengirim 7500 USD ke rekeningmu."

Tapi gadis muda itu tertegun. Ia menatap wanita anggun di hadapannya dengan ragu. "Apa itu, tidak terlalu banyak, Nyonya Uchiha?"

"Tentu saja tidak. Aku bahkan berpikir itu

kurang."

Ino segera menggeleng kikuk. "Sebenarnya,

itu sudah cukup banyak untukku."

Nyonya Uchiha tersenyum lagi, menatap gadis muda di hadapannya yang sering menunduk dibanding menatap wajahnya. "Kau berhak untuk itu, dear. Kapanpun kau merasa kurang, katakan padaku. Aku akan menambahkannya."

Masih dengan senyum kikuknya, Ino

mengangguk pelan. "Itu sudah lebih dari cukup untukku, Nyonya Uchiha. Dan terima kasih tawarannya."

"Sama-sama." Nyonya Uchiha kembali menyeruput teh di hadapannya, menatap gurat wajah yang akan mengasuh cucunya itu dan tersenyum.

"Baiklah kalau begitu, jika ada yang ingin kau tanyakan, kau bisa mengirim email atau bertanya padaku lusa. Aku harus pergi sekarang. Sampai bertemu lagi, Nona Yamanaka."

Dengan gerak elegan, Nyonya Uchiha bangkit dari duduknya, melangkah anggun menuju pintu kafe tempat mereka bertemu sampai seorang pengawalnya membukakan pintu dengan sopan.

Sebuah mobil Alphard hitam berhenti di depan teras kafe dan Nyonya Uchiha masuk ke mobil itu, masih dengan gerakannya yang anggun dan berkelas.

Ino jadi berpikir bahwa wanita itu mungkin

berasal dari kalangan bangsawan yang tutur kata serta sikapnya terjaga. Bahkan gerak-gerik seanggun itu sudah seperti pembawaannya.

Dan sampai detik ini, sampai Alphard hitam itu menghilang dari pandangannya, barulah ia sadar bahwa sedari tadi ia menahan napas.