KookTae / KookV

Cast :

Jeon Jeongguk

Kim Taehyung

Author : Tian Yerin a.k.a Wulan Titin

Genre : Hurt/Comfort

Disclaimer :

Cast(s) belongs to god, their entertainment, and their parents but the story line belong to me

.

.

.

"Kamu Bahagia – Part III"

HAPPY READING

.

.

.

Hari ini kampus terasa sepi sekali. Sudah hampir seminggu sang Ketua BEM absen dari tugasnya, ia beralasan sedang tak bisa fokus karena sedang tak enak badan. Selama itu pula Taehyung hanya menghabiskan waktunya di dalam perpustakaan yang hening. Ia menyukai ketenangan saat ini. Namun, adakalanya ia menyendiri di balik besarnya pohon di taman belakang kampusnya yang terkenal itu hanya untuk sekadar bersandar padanya sembari menengadahkan kepalanya menatap rimbunnya dedaunan pohon itu.

"Teduhnya... Kepalaku terasa lebih enteng kali ini."

Tanpa disadari, ada Jeongguk yang memandanginya tak jauh dari posisi Taehyung berada. Ia menghela napasnya berat namun ia juga merasa sedikit senang melihat Taehyung yang tampaknya masih bisa tersenyum meskipun tak sebanyak sebulan yang lalu. Ia mendekat dan mulai menyapa Taehyung di sana.

"Hai juga, Jeon. Kau sudah mau pulang rupanya."

Jeongguk mengusap tengkuknya canggung. Hubungan mereka berdua kini semakin merenggang.

Taehyung berdiri dan mengambil tasnya yang masih duduk manis di atas rumput. Tanpa menatap Jeongguk sedikitpun, Taehyung mulai berjalan menjauh menyebabkan Jeongguk refleks menarik tangannya. Kembali, Taehyung hanya diam tanpa berniat menoleh sekalipun.

"Tae, kau marah padaku? Maafkan aku, kemarin Yeri tak sengaja melakukannya karena ia sedang mabuk. Percayalah, Tae. Aku mohon..."

Taehyung menghela napasnya dengan kesal. Rasa yang menggebu-gebu itu kini harus ia lempar kemana?

"Aku tidak marah, Jeon. Dia tunanganmu kan? Jadi sudah sewajarnya kalian seperti itu ataupun lebih. Hubungan kalian sudah jelas dan pasti akan diterima segala pihak. Sedangkan hubungan kita... Kau paham maksudku?"

Jeongguk meremat jemari Taehyung, ia tak ingin kehilangan pria itu lebih dari ini. Ia ingin menjadi satu-satunya sandaran dan tempat pulang bagi Taehyung.

"Kim Taehyung, sudah kutekankan berkali-kali kalau aku hanya memiliki rasa ini padamu. Aku tak peduli dengan siapapun. Aku bahkan mampu menghidupi kita berdua hanya dengan kerja kerasku saja. Mengapa kau sangat takut dan sangat mementingkan pemikiran orang lain? Beritahu aku, Tae. Apa selama kau bersama denganku, aku membuatmu tak nyaman? Aku membuatmu membenciku? Aku melakukan kesalahan fatal? Apa hanya aku saja yang mencintaimu?"

Taehyung yang terpancing emosi akhirnya berbalik menghadap Jeongguk. Itu kali pertama ia kembali melihat Jeongguk dari jarak ini lagi. Ternyata tubuhnya mengurus dan wajahnya tampak lelah. Taehyung mengalah, ia menurunkan egonya. Hatinya memilih untuk berpihak pada nurani.

"Jeongguk. Aku rasa ciumanku waktu itu sudah mampu meyakinkan perasaanmu. Kali ini aku ragu. Yeri adalah tunanganmu sejak kecil. Kau paham maksudku? Terlebih kau tidak jujur kalau kau mempunyai tunangan sejak lama. Aku tak tahu apakah kau menganggapku ada atau tidak. Terlebih aku punya ketakutan terhadap laki-laki. Kau sudah mampu membuatku nyaman, membuatku berpikir kalau kau adalah rumahku. Tapi lagi dan lagi aku menyadari kalau hubungan kita pasti akan ditentang banyak pihak dan itu bisa menurunkan reputasimu. Aku hanya tidak ingin membebanimu, Jeongguk. Ibumu juga selama ini memperlakukanku dengan baik, ia menganggap ku sebagai anaknya. Kasih sayang yang tak pernah kudapatkan. Aku tak sanggup melihat kau dan keluargamu hancur hanya karena aku."

Tak terasa airmata Taehyung mengalir dari sudut mata kirinya. Jeongguk terkejut bukan main karena ternyata Taehyung memikirkan dirinya bahkan keluarganya sampai begitu keras. Ia lantas menghapus jejak airmata itu dan mengusap jemari Taehyung dengan perlahan guna menenangkan.

"Aku akan mengusahakan tidak ada pihak yang berpikiran begitu terutama dari ibu dan ayahku. Aku akan membuatmu diterima sebagai pasanganku ke depannya. Maka, tunggulah aku. Jangan menjauh dariku. Tetaplah seperti dulu, Tae."

Taehyung merenung. Apakah itu benar? Tindakan yang akan Jeongguk ambil apakah akan berakhir baik?

"Tae-by? Kau mendengarku?"

Taehyung mengernyit. Apa yang dikatakannya barusan?

"Mulai sekarang aku akan memanggilmu begitu di manapun dan kapanpun. Jadi, kau harus membiasakannya. Kepanjangan dari Tae baby... Tae-by, kau masih ada urusan di kampus?"

Taehyung merona. Ia menarik sudut bibirnya dan tersenyum dengan tampan. Kemudian, ia berdehem guna meredam salah tingkahnya.

"Aku tak ada mata kuliah hari ini."

"Lalu kenapa kau masuk?"

"Aku tidak suka di rumahmu. Yeri sekarang sering menempel padaku bila tak ada dirimu."

Jeongguk mengernyit. "Yeri? Padamu?"

Taehyung hanya mengangguk. Ia tak mau ambil pusing toh ia tak menyukai kehadiran gadis itu saja tapi tak sampai hati untuk memarahinya karena gadis itu kepalang lugu di matanya.

Jeongguk membatin. Ia harus melakukan sesuatu pada Yeri. Gadis itu harus diberitahu batasannya pada Taehyung.

.

Sesampainya di rumah, keadaan hening menyapa. Tumben sekali, pikir Jeongguk. Sebulan ini biasanya selalu ada suara Yeri yang menyambut sambil berlari ke pintu gerbang.

"Yeri ke mana ya? Tidak biasanya rumah ini tenang sejak ada tunanganmu itu."

Mata Jeongguk berotasi. Ia pun tak tahu ke mana perginya anak itu. "Coba kau telepon, kau punya nomor si centil itu kan, Tae-by?"

Taehyung mengernyit, "tidak, aku tak pernah memberikan nomorku padanya."

Jeongguk menghela napasnya kasar. Memang betul, tapi Jeongguk tahu kalau Yeri pernah memakai ponselnya untuk alasan tidak jelas dan setelah selesai ia tersenyum gembira. Setelah ia cek, ternyata jendela terakhir yang dibuka adalah kontak Taehyung.

"Berikan ponselmu. Biar aku lihat."

Jeongguk membuka ponsel Taehyung dan langsung beralih pada panggilan masuk. Betul saja. Banyak nomor yang sama masuk tapi tak pernah diangkat Taehyung.

"Sudah kuduga. Nomor ini adalah nomor Yeri. Jangan sekali-kali kau menerima panggilannya, Tae-by."

Taehyung melepas sabuk pengamannya dan mendekatkan kepalanya ke arah ponsel miliknya. Spontan ia ber-oh-ria dan Jeongguk hanya menggelengkan kepalanya saja.

"Aku tak tahu itu nomornya. Blokir saja kalau kau tak suka."

Jeongguk berpikir. "Tidak. Aku butuh anak itu sekarang. Bagaimanapun juga Yeri adalah tanggung jawabku. Kalau ada apa-apa aku bisa dimasak ibuku."

Taehyung tersenyum kecil. Entah apa lagi yang dipikirkannya. Yang jelas Taehyung tampak tidak lagi tertarik dengan pembicaraan itu.

Jeongguk mulai men-dial nomor Yeri dengan loud speaker aktif dan tanpa perlu menunggu lama Yeri menjawab dari seberang sana.

"Oh, Tae oppa! Tumben kau meneleponku lebih dulu padahal selama ini kau mengabaikanku?!"

Jeongguk tampak kesal mendengar suara Yeri yang terkesan manja sekali. Sedangkan Taehyung tak mau mendengarkan dan memilih melihat ke luar jendela. Di sana ada sosok yang sepertinya tak asing. Mungkin-

"Jangan kecentilan kau, Yeri! Pahami batasanmu!"

"Ck! Rupanya kau, tunangan tak pentingku. Kenapa kau menelpon dari ponsel Tae oppa? Aku tak mau bicara denganmu. Aku tutup sa-"

"Kurang ajar, tunggu! Kau di mana? Kenapa tak membukakan gerbang untuk kami?"

"Oh, itu. Aku sedang berkumpul dengan teman-teman ku di cafe."

"Lalu bagaimana kami masuk?"

"Jangan bodoh, Jeon Jeongguk. Tae oppa punya kunci cadangan. Minta saja padanya. Lagipula aku bukan babu!"

Seketika panggilan terputus. Yeri kesal setengah mati. Bagai diberi harapan tapi langsung disuruh terjun. Bukannya mendengar suara indah Taehyung ia malah harus mendengar ocehan Jeongguk.

Jeongguk juga sama kesalnya. Ia memandangi layar ponsel Taehyung sambil menggerutu. Tanpa ia sadari, Taehyung bersikap sangat defensif dengan memegangi sabuk pengamannya sendiri. Ternyata ia sudah memakan kebali sabuknya, Jeongguk tak menyadari hal itu.

"Tae-by, kau bawa kunci cadangan kan?"

Jeongguk menoleh, menatap Taehyung intens. Ada yang tidak beres. Kekasihnya itu mengabaikan dirinya dan hanya menunduk saja.

Jeongguk berusaha menyentuh tangan Taehyung namun segera ditepis olehnya. Lantas ia pun melihat sekeliling dengan cermat. Dari dalam mobil, ia tampak melihat sosok yang tak asing dalam ingatannya. Siapa dia? Sia-

Hell no! Itu pemilik bar tempat Seokjin bekerja dulu, yang mana artinya adalah Taehyung dalam bahaya.

"Tae, mau jalan jalan? Ada tempat bagus yang harus kau lihat."

Baru saja Taehyung ingin membalas ucapannya, Jeongguk sudah mentapnya dengan cemas. Ia sadar bahwa mungkin Jeongguk memperhatikan ada yang aneh lagi pada dirinya dan itu membuat rasa takutnya yang hampir 2 bulan ini hilang kini muncul kembali.

Taehyung berusaha tersenyum. Ia mengangguk dan berkata, "Baiklah. Aku percayakan padamu."

Jeongguk segera memundurkan mobil mewahnya dan melajukannya dengan kecepatan tinggi agar keluar dari situasi berbahaya itu. Ia kembali melirik Taehyung dari kaca mobilnya dan mendapati ia sedang menatap keluar dengan mata yang seolah bergetar.

"Tae-by, kau tau? Kau boleh membicarakan hal apa pun padaku. Aku akan selalu berada di sisimu melindungimu. Jujur saja, kau tampak gelisah sejak 10 menit yang lalu. Tak ada yang akan menyakitimu, Tae."

"Ada! Mereka akan menyakitiku, Jeongguk..."

Lirih sekali suara Taehyung. Lagi-lagi ia menunduk dan tangannya meremas erat sabuknya sampai buku-buku jarinya memutih. Jeongguk berpikir, apa mungkin Taehyung akan menceritakan semuanya hari ini? Apakah ia boleh berharap sedikit bahwa Taehyung akan terbuka dan percaya penuh padanya?

"Tidak Tae, selama ada aku mereka tak akan bisa menyakitimu."

"Mereka bukan orang yang bisa kau lawan, mereka berbahaya, dan aku tanpa sadar akan membawamu ke dalam neraka, Jeongguk..."

Setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya. Jeongguk menepi. Taehyung memang selalu memikirnya Jeongguk atas dirinya sendiri. Lantas, Jeongguk meraih wajah kekasihnya itu dan memaksanya untuk saling bertatap muka.

"Kim Taehyung, siapapun orang itu pasti akan kulawan. Tak ada seorang-"

"Mereka pembunuh, mereka psycho, mereka terlibat jaringan gelap, mereka! ... Ayah tiri ku dan anak buahnya..."

Jeongguk membelalakkan matanya. Tak terpikirkan sama sekali bahwa Taehyung akan benar-benar berani membuka fakta itu di waktu yang singkat ini.

Taehyung mencengkram pergelangan tangan Jeongguk yang masih menangkup wajahnya. Ia sadar seratus persen bahwa ia sedang mencoba membahas kenangan buruknya, mencoba membuka luka lamanya dan berbagi pada orang yang selalu berjanji akan ada di sisinya setiap saat.

"Aku akan selalu hadir di sisimu, Tae-by. Aku akan selalu melindungimu sekalipun itu dari ayah tirimu atau anak buahnya yang pembunuh bayaran. Aku tak peduli. Aku tidak peduli."

TBC