Ini pertama kalinya aku mengalami mimpi seperti ini.
Aku kini berdiri di sebuah dataran yang sangat suram dan sunyi. Udaranya dipenuhi oleh bau dari jasad yang sudah mati dan membusuk. Langit tempat itu sangat gelap sehingga aku tidak bisa melihat apa pun yang ada di langit.
Aku melihat titik-titik cahaya kecil di kejauhan, namun semua itu tidak berguna karena kegelapan yang menyelimuti tempat ini. Aku berusaha untuk berjalan menyusuri tempat itu. Tempat itu sangat dingin sehingga membuat tubuhku terasa menggigil.
'Tempat apa ini?' pikirku.
Semakin aku melangkah, semakin aku merasakan keanehan yang terjadi di tempat itu. Aku bisa melihat bayangan pohon yang memiliki cabang berliku-liku layaknya jari-jari tangan hantu yang muncul di film horror. Di sekitar tempat itu, aku sering menemukan arwah-arwah bergentayangan. Ada banyak jenis arwah yang kulihat, mulai dari kurus kering hingga arwah yang memiliki perut besar.
Aku berjalan hingga sampai di pinggir sebuah sungai yang beralirkan darah. Di atas sungai itu, aku bisa melihat sosok seorang perempuan tengah berdiri di atas sungai itu. Perempuan itu memiliki rambut panjang berwarna hitam yang terjuntai hingga menyentuh air sungai itu. Perempuan itu mengenakan sebuah kimono berwarna merah darah. Kulitnya yang berwarna putih pucat tampak kontras sekali dengan kimono yang ia kenakan.
Perempuan itu mengenakan kalung manik-manik yang terbuat dari kulit kerang di lehernya dan anting berbentuk bulan sabit terpasang di telinganya. Di atas mata kakinya, terdapat sebuah gelang kaki terbuat dari obsidian. Tangannya yang kurus itu terulur ke arahku.
"Datanglah wahai anakku," ujarnya. "Aku menunggumu, Pahlawan kecilku."
Kemudian, tiba-tiba pandanganku berubah berada di dalam lautan yang cukup dalam. Aku melihat ke bawah dan menemukan kegelapan yang menutupi dasar lautan itu. Namun dari dalam kegelapan itu, aku melihat sosok yang sangat panjang dan besar. Matanya yang besar dan berwarna merah tampak memelototiku dengan tajam.
"Sebentar lagi," desisnya. "Datanglah, wahai keturunan Susanoo. Biarkan aku melahapmu dan mendapatkan kuasa atas laut dan badai!!"
Setelah itu, aku langsung terbangun dan terjaga di tempat tidur. Keringat meluncur deras dari dahiku hingga membasahi tubuhku. Aku melihat ke sekeliling dan mendapati jika aku masih berada di kamar tamu yang berada di Rumah Besar.
Kemudian, aku melihat pintu kamar terbuka dan menampakkan sosok perempuan muda dengan badan yang tinggi dan ramping dengan rambut merah keriting, wajah yang berbintik-bintik karena jerawat dan mata yang berwarna hijau. Ia mengenakan sebuah jaket hoodie berwarna hijau yang menutupi rambut keritingnya.
Ia menatapku dengan intens pada awalnya sebelum akhirnya ia menyunggingkan sebuah senyuman. "Habis bermimpi sesuatu yang berhubungan dengan Demigod ya? Aku tahu bagaimana rasanya," ujarnya.
Aku mengernyit kebingungan. "Siapa kau?"
"Rachel Elizabeth Dare," ujar perempuan itu sambil membalikkan badannya. "Ada beberapa hal yang ingin kukatakan, namun sebaiknya kau harus bertemu kembali dengan Chiron terlebih dahulu."
.
.~.
.
Aku menyusuri koridor Rumah Besar mengikuti jejak perempuan bernama Rachel itu. Aku sedikit termenung karena perkataannya tadi. Mimpi seorang Demigod? Apa yang dimaksud dengan itu? Aku terus memikirkan hal itu hingga tanpa sadar aku berada di ruang tamu rumah itu.
Aku bisa melihat ibuku juga sudah bangun dan kini mengenakan sebuah kemeja berwarna merah tua dengan celana panjang kain berwarna biru muda. Di sebelah ibuku, terdapat seorang pemuda yang sangat aku kenali. Pemuda itu memiliki rambut berwarna hitam dengan sedikit rambut berwarna abu-abu dan mata berwarna kehijauan layaknya laut. Pemuda itu menyunggingkan senyum nakal dan sarkastik.
"Hei Naruto, aku tidak menyangka bahwa aku akan bertemu denganmu di sini," ujar pemuda itu.
Aku hanya tersenyum. "Aku juga sama, Percy."
Yap … Perseus 'Percy' Jackson, saudara-saudara, salah satu pahlawan dan demigod terhebat sepanjang masa ̶ begitulah aku mendengarnya semalam ̶ kini telah berada di ruang tamu Rumah Besar dan menemuiku dan ibuku. Kami bercakap-cakap sebentar termasuk bagaimana kesehariannya di Universitas Roma Baru ̶ dan aku baru tahu kalau Roma Baru adalah bagian dari Perkemahan Jupiter.
Aku juga melihat kalau Percy tengah berbincang dengan santai bersama Rachel. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan karena kini aku tengah memandang ke arah luar. Sekilas aku bisa melihat beragam aktivitas yang terjadi di perkemahan itu. Sebelum akhirnya aku melihat Chiron datang menghampiri kami.
"Senang aku bisa melihatmu kembali, Percy," ujar Chiron.
"Tentu saja, Chiron." Percy tersenyum. "Terakhir kali mungkin saat Apollo diubah menjadi Lester dan mendapat misi untuk menyelamatkan para Oracle maupun Gua Delphi."
"Dan banyak korban yang berjatuhan," tukas Rachel. "Tapi sayangnya tak lama setelah Apollo kembali menjadi seorang dewa, sebuah ramalan baru telah muncul."
"Ramalan baru?" Percy terlihat bertanya-tanya. Namun Chiron memotongnya terlebih dahulu, "Kita bisa membahasnya lain waktu, Percy. Apakah aku bisa memintamu untuk menemani Naruto berkeliling?"
Percy mengangguk. "Tentu saja. Ayo Naruto."
Kami berdua pun keluar dari Rumah Besar dan berkeliling perkemahan. Percy mengenalkanku dengan segala fasilitas yang ada di perkemahan. Mulai dari Paviliun makan, arena, gudang senjata, hingga kabin-kabin yang digunakan oleh para Pekemah untuk tidur. Kabin-kabin itu memiliki bentuk, warna dan terbuat dari bahan yang berbeda-beda satu sama lain, menggambarkan ciri khas dan simbol dari orang tua dewata dari masing-masing pekemah.
Ia juga menceritakan bahwa dahulu hanya ada dua belas kabin yang merepresentasikan kedua belas Olympian, namun setelah Perang Titan Kedua dan Perang Raksasa Kedua, Percy dan anggota dari Tujuh Blasteran memastikan bahwa semua dewa-dewi tanpa terkecuali memiliki kabin bagi keturunan-keturunan mereka ̶ meskipun ada beberapa kabin yang dibangun hanya sebagai bentuk penghormatan seperti Kabin Dua milik Hera dan Kabin Delapan milik Artemis.
Hingga tibalah kami di depan sebuah kabin yang terlihat seperti sebuah pabrik kecil. Kabin itu berdinding bata dengan asap yang sering mengepul dari cerobongnya layaknya tungku api yang selalu menyala. Di depan kabin itu, aku juga melihat beberapa roda gigi terhampar tak beraturan. Entah mengapa, aku merasakan adanya koneksiku dengan kabin ini.
"Well … selamat datang di kabin paling sibuk di perkemahan, Kabin Sembilan. Kabin ini didedikasikan untuk Hephaestus, Dewa Api dan Penempaan Olympus. Bisa dibilang kabin ini adalah jantung dari perkemahan karena segala senjata maupun peralatan semua hasil tempaan dari kabin ini," jelas Percy.
Namun sebelum aku bertanya lebih lanjut, aku mendengar sebuah ledakan dari dalam dan diiringi sebuah asap hitam tebal yang mengepul dari dalam. Dari balik pintu kabin yang mengepulkan asap, kami melihat sosok perempuan dengan rambut gelap yang dikucir oleh bandana berwarna merah. Perempuan itu mengenakan tanktop berwarna hitam dan celana shaggy berwarna hijau tua. Tubuhnya yang sawo matang tampak dipenuhi oleh jelaga. Aku bisa mendengar kalo perempuan sedikit mengumpat dalam bahasa yang tidak aku ketahui.
"Hei Nyssa, apa yang terjadi?" tanya Percy.
"Oh hai, Percy. Salah satu peralatan yang ditinggal oleh Leo tiba-tiba saja malfungsi dan meledak begitu saja ketika aku mau kembali ke penempaan," kata perempuan itu.
Percy mengangguk. "Yah … aku tidak bisa menyangkal. Peralatan Leo di Argo II sering tiba-tiba saja seperti itu," ujarnya. Kemudian, ia menoleh ke arahku. "Oh ya, Naruto. Perkenalkan, dia adalah Nyssa Barrera, konselor dari Kabin Sembilan menggantikan Leo Valdez."
Aku pun mengulurkan tanganku ke arah perempuan itu. "Naruto, Naruto Uzumaki. Itulah namaku."
Perempuan bernama Nyssa itu menjabat tanganku dan berkata, "Namamu terdengar Asia sekali. Apakah kau berasal dari Asia?"
"Ya, aku berasal dari Jepang," balasku.
"Hmm … oke." Setelah itu, ia berbalik kembali ke arah Percy. "Jadi, apakah dia sudah ditentukan atau belum ditentukan?"
Sebelum Percy menjawab, tiba-tiba sebuah cahaya berwarna kemerahan dan kebiruan muncul dari atas kepalaku. Kami bertiga langsung melihat ke arah kepalaku dan tampaklah siluet sama yang muncul di atas ibuku semalam ̶ sebuah pedang yang memiliki bilah yang panjang, melengkung dan ramping dengan tepi yang sangat tajam dan memiliki pola tempa yang khas serta pegangan yang sedikit melengkung menampilkan pola yang rumit ̶ dan di sebelahnya, aku menemukan siluet yang lain. Siluet itu berbentuk palu berwarna kemerahan tampak melayang-layang di atas kepalaku.
Hal itu ternyata menarik perhatian seluruh pekemah lain yang tidak jauh dari kami, bahkan Chiron sampai datang untuk melihat keramaian yang aku timbulkan. "Dia sudah ditentukan," kata Chiron sambil kemudian berkata, "Salam Naruto Uzumaki, Putra Hephaestus, Dewa Api dan Penempaan Olympus serta Cucu Susanoo-no-Mikoto, Dewa Badai dan Laut Shinto."
.
.~.
.
Aku tidak tahu hal mana yang harus kureaksi terlebih dahulu, antara orang tua dewataku telah ditentukan atau ternyata aku memiliki keluarga dewata yang lebih kompleks dari yang aku bayangkan. Setelah semua hal itu terjadi, aku langsung ditarik oleh perempuan bernama Nyssa itu ke dalam kabin Sembilan.
Interior tempat itu cukup bisa dideskripsikan hanya dalam dua kata: Sangat Berantakan. Lantai yang penuh dengan sampah berserakan, meja kerja penuh dengan oli dan gir bertebaran, bahkan aku bisa melihat ada ratusan ̶ atau bahkan ribuan ̶ suku cadang yang bertebaran di lantai atau meja kerja. Pada dinding di atas meja kerja itu, terpampanglah sebuah cetak biru dari sebuah kapal perang kayuh raksasa yang terbuat dari logam dengan Kepala Naga menjadi hiasan haluannya.
Aku menatap desain cetak biru itu lekat-lekat, mengagumi setiap pola dan desain yang ada di dalam cetak biru tersebut. Di sudut kiri bawah cetak biru itu, tertulis sebuah tulisan.
Αργώ ΙΙ
'Argo II,' batinku.
"Indah, bukan?" tanya Nyssa yang berdiri di sebelahku.
Aku hanya mengangguk. "Bisa dibilang begitu."
"Itu adalah proyek terbesar kami setelah automaton Naga Perunggu yang nantinya dinamai oleh Leo dengan sebutan Festus. Kapal ini digunakan oleh Para Tujuh Blasteran untuk mengarungi dunia kuno dan mencapai Yunani untuk bertarung dengan Para Raksasa," tukas Nyssa.
Aku terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Aku penasaran … sedari tadi kalian menyebut nama Leo namun aku belum pernah bertemu dengannya sedari tadi. Di mana dia sekarang?"
Nyssa hanya menggeleng. "Entahlah … semenjak Perang Raksasa Kedua dan insiden Nero beberapa bulan yang lalu, ia tengah terbang menjelajah bersama seorang gadis setengah Titan bernama Calypso. Jadi kami belum menerima kabar lagi dari dia."
Kemudian, ia berkata, "Tolong Ranjang 1-B!"
Seluruh kabin bergetar hebat. Bagian lantai yang melingkar terbuka seperti lensa kamera, dan sebuah tempat tidur ukuran penuh muncul. Rangka perunggu dari ranjang ini memiliki stasiun permainan bawaan di bagian dekat kaki tempat tidur, sistem stereo di bagian kepala tempat tidur, kulkas pintu kaca yang dipasang di bagian dasar, dan seluruh panel kontrol yang ada di bagian samping.
Aku ternganga takjub melihat hal tersebut. "Wah … ini gila!" seruku.
"Tentu saja, ini adalah kelebihan dari kabin Sembilan. Tempat tidur ini juga terhubung dengan ruangan rahasia pribadi yang ada di ruangan bawah tanah kabin ini," tukas Nyssa.
"Kalian juga punya ruangan rahasia?" tanyaku dengan nada tak percaya.
Nyssa mengangguk. "Sebenarnya masih banyak lagi terowongan yang saling terhubung di bawah kabin ini, namun sebagian besar terowongan itu masih belum dijelajahi sehingga aku tidak tahu apa yang ada di ujung terowongan itu."
Kemudian, ia bergerak ke luar dari kabin sambil berkata, "Untuk sekarang kau memiliki waktu bebas, tetapi jam setengah tujuh nanti datanglah ke Paviliun Makan. Nanti akan kuperkenalkan juga dengan anak-anak yang lain."
Aku mengangguk dan merebahkan diri di kasur, masih tidak percaya dengan apa yang kualami saat ini.
Baiklah … biar aku luruskan, siapa yang bakal menyangka bahwa kau memiliki darah dewata dari salah satu orang tua kalian? Bahkan yang lebih anehnya lagi, ternyata ibumu juga seorang blasteran puteri dari seorang dewa dari mitologi lain.
Percy sempat berkata kepadaku ̶ sebelum ia meninggalkanku bersama dengan Nyssa ̶ bahwa sangat jarang sebuah keluarga menarik minat langsung dewa-dewi dari dua Mitologi yang berbeda.
Terakhir kali yang ia ketahui adalah ibu dari Thalia dan Jason Grace, Beryl Grace, berhasil menarik minat Zeus dan Jupiter yang akhirnya melahirkan dua anak blasteran Yunani dan Romawi (sekalipun sebenarnya kedua mitologi tersebut memiliki satu sumber yang sama).
Contoh lain lagi adalah keluarga besar dari pacar Percy, Annabeth. Keluarga besar Annabeth ternyata memiliki hubungan erat dengan Mitologi Nordik. Aku sempat mendengar dari Percy kalau Annabeth memiliki seorang sepupu yang juga seorang Blasteran, putra salah satu dewa Nordik.
Tak lama kemudian, aku melihat sekumpulan suku cadang dan sekumpulan cetak biru yang ada di meja kerja utama. Aku menelusuri sekumpulan cetak biru sampai akhirnya aku menemukan cetak biru sebuah sebuah jam tangan yang bisa berubah bentuk menjadi sebuah perisai. Aku melihat dan meneliti detail-detail yang ada pada cetak biru itu hingga tanpa sadar aku mendengar suara terompet menggema.
Aku menoleh ke arah luar kabin dan mendapati kalau langit sudah mulai gelap. Kulipat cetak biru itu dan kujejalkan kertas itu ke dalam kantungku dengan pikiran untuk menelitinya kembali nanti setelah makan malam.
"Waw, aku baru tahu kalau ada anak Hermes yang ingin mencuri cetak biru anak Hephaestus." Terdengar suara di belakangku.
Aku menoleh dan menemukan seorang pemuda Latino dengan rambut hitam keriting panjang dan kusut, mata cokelat gelap, wajah ceria seperti peri dengan senyum nakal dan jahil dengan postur tubuh yang sedikit kurus. Pemuda itu mengenakan sebuah kemeja putih dengan lengan tersingkap, celana panjang flannel berwarna cokelat serta tas pinggang yang terikat pada pinggangnya.
"Siapa kau?" tanyaku.
"Seharusnya aku yang bertanya siapa kau? Aku belum pernah melihatmu semenjak terakhir kali aku kemari," tukas pemuda itu.
Seketika itu juga sebuah nama terlintas di kepalaku. "Kau Leo Valdez?"
Tiba-tiba saja, pemuda itu membusungkan dadanya sambil berkata, "Yap … dan satu-satunya. Jadi siapa kau? Dan bagaimana Nyssa membiarkanmu untuk masuk ke dalam kabin ini?"
Aku pun menceritakan kepadanya tentang siapa aku dan bagaimana aku bisa berada di sini. Ia mengamatiku dengan lebih dekat dan berkata, "Aku akan lebih yakin jika kau adalah putra Apollo atau Hermes dengan rambut pirangmu itu dan bukannya saudaraku yang lain. Tapi jika kau memanglah putra Hephaestus, maka aku juga ikut menyambutmu di sini."
Kemudian, ia melambaikan tangannya dan berkata, "Ayo, kita ke Paviliun Makan bersama. Seharusnya Calypso sudah ada di sana sekarang."
.
.~.
.
Pada saat Percy mengenalkanku tentang denah perkemahan, aku hanya melihat secara sekilas tentang Paviliun Makan, namun saat waktunya makan malam tiba, aku bisa melihatnya dengan lebih jelas. Paviliun itu dibingkai dengan tiang-tiang Yunani di atas sebuah bukit. Aku bisa memandang ke arah laut dari paviliun itu.
Tempat itu tidak memiliki dinding dan hanya beratapkan langit. Penerangan dari paviliun itu hanya bermodalkan obor-obor yang berkobar di tiang-tiang yang membingkai paviliun itu, serta sebuah anglo perunggu seukuran bak mandi yang juga mengobarkan api yang cukup besar.
Aku bisa melihat kalau paviliun itu diatur sedemikian rupa sehingga mirip dengan denah kabin-kabin yang ada di perkemahan. Menurut Leo, setiap pekemah hanya bisa makan bersama dengan sesama anggota kabinnya. Namun Chiron, Rachel ̶ yang kemudian baru aku ketahui sebagai seorang Oracle ̶ , tamu-tamu perkemahan seperti ibuku dan roh-roh alam seperti Satyr dan Nimfa mendapatkan hak khusus untuk makan di Kabin Dua Belas,
Aku dan Leo langsung duduk ke meja milik Kabin Sembilan. Suasana paviliun itu semakin ramai, terlebih saat Leo mengeluarkan sapaan dan banyolan yang membuat semua orang tertawa. Kemudian mataku tanpa sadar mengetahui ada sosok lain yang duduk di sebelah Chiron.
Seorang gadis memiliki rambut caramel yang dikepang di salah satu bahunya, mata yang berbentuk almond gelap dan wajah yang cantiknya tidak dapat aku bayangkan. Gadis itu mengenakan blouse berwarna putih yang dibalut jaket kulit warna cokelat serta jeans berwarna krem. Gadis itu tanpa sengaja melihatku dan tersenyum manis.
"Hei kawan, aku bisa melihat kau merona," tukas Leo sambil menunjuk ke arahku.
Aku sempat ingin menyangkalnya sebelum akhirnya aku mendengar suara dentingan logam. Aku menoleh dan melihat Chiron sudah berdiri dengan keempat kakinya, di tangannya terdapat sebuah piala serta sebuah sendok perak.
"Dengar semuanya!" seru pria itu. "Pertama-tama, aku hendak mengumumkan bahwa sementara ini Tuan D belum bisa berkumpul bersama kita karena ia mendapat panggilan dari Olympus. Serta aku mengucapkan selamat datang kembali kepada Leo, Percy dan Calypso!"
Seluruh pekemah ikut bersorak seakan-seakan menyambut kembali kedatangan mereka bertiga. Setelah itu Chiron kembali berseru, "Aku juga mengucapkan selamat datang kepada pekemah baru kita, Naruto Uzumaki, Putra Hephaestus serta Cucu Susanoo-no-Mikoto, beserta ibunya, Kushina Uzumaki, Putri Susanoo-no-Mikoto."
Seluruh pekemah kemudian melihat ke arahku dan ibuku sambil sedikit berbisik. Aku tidak tahu apa yang mereka bisikkan, tetapi aku mengira jika mereka membisikkan tentang diriku yang merupakan cucu dari dewa-dewi mitologi lain. Entah mengapa aku melihat salah satu meja tampak memandangku dengan tatapan haus akan pertanyaan.
"Mungkin ini pertama kalinya kita mendapati seorang blasteran yang merupakan campuran dari dua mitologi yang berbeda, namun aku berharap bahwa tidak terjadi masalah untuk kedepannya." Chiron kemudian mengangkat pialanya.
"Puja Dewa-Dewi!!"
Sorakan dari Chiron itu kemudian disahut kembali oleh seluruh pekemah. Setelah itu kami memakan makanan yang disediakan oleh para Nimfa. Leo mengajarkanku bahwa para Nimfa akan mencoba untuk menyediakan makanan yang kita sukai dan kita hanya perlu memikirkannya.
Aku pun memikirkan semangkuk ramen dengan segelas teh ocha. Kemudian semangkuk ramen muncul di depanku bersamaan dengan sebuah piala perak terisi penuh dengan teh ocha. Aku pun memakan makanan itu dengan lahap, namun Nyssa datang dan menghentikanku.
"Jangan habiskan dulu makananmu. Mari ikut aku." Setelah berkata demikian, ia menarikku ke arah perapian yang berada di tengah-tengah paviliun.
Aku bisa melihat kalau beberapa anak-anak lain juga membuang sebagian makanan mereka ke dalam perapian. Asapnya yang berwarna keputihan mengepul dari perapian itu. Nyssa menarikku hingga sampai ke dekat perapian.
"Jangan lupa, kau harus memberikan sesaji kepada Ayah kita dengan cara menyisihkan sebagian makanan kita ke dalam api sambil berdoa kepada Ayah," kata Nyssa.
"Apakah kita harus melakukan hal itu setiap kali makan?" tanyaku.
"Tentu saja. Karena bagaimanapun juga para Dewa adalah orang tua kita juga."
Aku mengangguk dan menyisihkan sedikit ramen milikku dan memasukkannya ke dalam api sambil berkata dalam hati, 'Hephaestus dan Susanoo, aku tidak tahu mau berkata apa, tetapi terimalah sesaji dariku.'
Asap mengepul dari perapian itu menghasilkan aroma segar layaknya laut serta aroma layaknya tungku api yang terbakar. Setelah itu, aku kembali ke meja dan menghabiskan apa yang tersisa. Kemudian, Chiron dan seluruh pekemah lainnya segera menuju ke Amphiteater untuk saling bercanda dan menikmati suasana malam itu.
Aku mengikuti ke mana saudara-saudara sekabinku dan duduk bersama mereka. Kulihat anak-anak Apollo tengah bernyanyi dengan riang. Aku hanya bisa tersenyum sambil menikmati suasana itu.
Yah … semoga kehidupanku di perkemahan ini berjalan dengan baik. Namun tampaknya hal itu hanya menjadi angan-angan belaka tak lama lagi.
.
~.~
.
