SWORD AND SHIELD

Chapter 4 : Ikatan (Orihime's POV)

Genre : Romance, Friendship, Slice of Life

Rating : T

Setting : Canon


Jika aku adalah hujan, dapatkah aku menghubungkan dua hati, seperti hujan yang dapat menyatukan bumi dan langit yang terpisah selamanya? - Orihime Inoue.


Hujan bukan hanya sekedar tetesan air yang turun dari langit bagiku, tapi hujan juga melambangkan sebuah ikatan. Ikatan yang terlihat nyata namun begitu sulit untuk digapai. Hujan terlihat suram dan menyedihkan bagi sebagian orang, bahkan mungkin bagiku juga. Tapi ada yang tidak terlihat dari suatu hal yang begitu nyata dari hujan adalah ikatan antara awan mendung di langit dengan tanah di bumi.

Awan mendung berisi uap-uap air memerlukan bumi untuk mengurangi bebannya, begitu pula dengan bumi yang memerlukan air hujan yang diturunkan oleh awan supaya tidak kering dan tetap bisa hidup. Dari ikatan yang jika dihitung dengan waktu hanyalah pertemuan sesaat, namun dari ikatan itu akan tumbuh bibit-bibit baru. Tumbuhan yang layu dan kering akan kembali menghijau, kuncup-kuncup bunga mulai berkembang, benih-benih baru mulai bertumbuhan.

Selayaknya manusia yang juga mengalami pasang surut kehidupan. Setiap hubungan yang terbentuk akan menciptakan ikatannya masing-masing yang meskipun tak dapat dilihat atau disentuh, ikatan tersebut dapat dirasakan melalui getaran hati dari setiap orang yang memilikinya.


Hari itu hujan turun dengan deras, aku berusaha membawa tubuh kakak laki-lakiku ke klinik terdekat mencoba mencari pertolongan. Tubuhku yang jauh lebih kecil darinya berjalan menerjang hujan sambil menopang tubuhnya agar tidak terjatuh. Kesadarannya sudah hilang dan darah yang mengalir dari lukanya belum juga berhenti. Mulutku berusaha merapalkan ucapan seperti "bertahanlah", "kau akan baik-baik saja", meskipun dadaku merasa sesak karena takut menghadapi kemungkinan buruk yang terjadi.

Aku terus berjalan sampai akhirnya aku menemukan sebuah klinik di tepi kanan jalan. Aku mempercepat langkahku dan begitu sampai di depan klinik kuketuk pintu yang masih tertutup itu sambil berteriak meminta tolong. Tak lama seorang anak laki-laki sebaya denganku membukakan pintu klinik dan tanpa banyak bicara bergegas lari masuk ke rumah untuk memanggil ayahnya.

Aku duduk di kursi ruang tamu klinik itu sambil menunggu kakak laki-lakiku dirawat. Anak laki-laki yang membukakan pintu untukku sebelumnya membawakan segelas air dan duduk menemaniku. Tidak ada satu pun dari kami yang memulai pembicaraan, aku hanya diam sambil memperhatikan segelas air di depanku. Ekor mataku menangkap dua sosok gadis kecil yang berdiri di samping pintu yang sepertinya adalah adik dari bocah di sebelahku.

Suara pintu terbuka mengalihkan pikiranku dan seorang pria dewasa yang merupakan dokter di klinik tersebut memberi kabar yang kurang mengenakkan. Luka di tubuh kakakku sudah terlalu parah dan tempat ini tidak memiliki alat yang cukup memadai untuk melakukan tindakan medis. Pria itu memanggil ambulans agar kakakku segera mendapat penanganan, namun takdir berkata lain.

Hari itu, disaat hujan masih turun, kakakku kehilangan nyawanya saat perjalanan menuju rumah sakit. Aku kehilangan satu-satunya anggota keluarga yang aku miliki. Dokter di klinik itu dengan entah bagaimana bisa mengubungi salah satu kerabat jauhku. Waktu masih seakan terhenti dan dokter berambut hitam itu tetap setia menemaniku hingga seorang wanita yang ternyata adalah bibiku datang untuk menjemputku. Aku berpamitan dengannya dan tidak lupa mengucapkan terima kasih walaupun dengan suara pelan karena berusaha menahan luapan kesedihan yang aku rasakan.

Hujan mengingatkanku pada kejadian pahit dan akan terus begitu. Alih-alih merenung meratapi peristiwa masa lalu yang tidak mungkin bisa kembali, aku lebih memilih berdiri di bawah guyuran air hujan dan membiarkan tubuhku basah kuyup karenanya. Menikmati dinginnya angin hujan yang menerpa, tetesan air yang mengalir membasahi badanku. Berharap bahwa hujan juga dapat membasuh luka dalam hatiku. Meski sedikit tapi tak apa. Biarkan air hujan menghapus kesedihan hingga yang tersisa hanyalah kebahagiaan dari ikatan yang tercipta dari tetesan air hujan.


"Ichigo selalu terlihat sedih saat hujan turun. Dia kehilangan ibunya dimana hari sedang turun hujan, karena itu Ichigo tampak murung disaat-saat seperti ini." ucap Tatsuki-chan saat aku bertanya tentang Kurosaki-kun yang terlihat sedang tidak baik-baik saja saat keluar dari kelas sepulang sekolah tadi. Kami berjalan beriringan sambil berteduh di bawah payung masing-masing, Tatsuki-chan hampir setiap hari menemaniku pulang dan memastikan aku sampai di rumah dengan selamat.

Aku terenyuh mendengar kisah yang diceritakan oleh Tatsuki-chan, perasaan yang juga bisa aku pahami karena aku juga mengalami hal yang sama. Kami sama-sama kehilangan sosok penting dalam kehidupan kami. Fakta lain bahwa hujan turun diwaktu kami sama-sama mengalami peristiwa tersebut sedikit mengusik pikiranku. Tidak menyangka bahwa salah satu dari orang terdekatku juga memiliki pengalaman buruk dengan hujan. Memiliki ikatan dengan hujan.

Aku tersenyum miris memikirkannya. Kupandangi langit yang masih diselimuti awan mendung air hujan yang menetes seakan tanpa henti, menerawang jauh ke depan.

Kami sama-sama memiliki kenangan pahit tentang hujan. Kami juga dapat memahami perasaan satu sama lain dari peristiwa di masa lalu. Kami memiliki ikatan yang sama dengan hujan. Sama seperti hujan yang telah menciptakan ikatan dengan kami, apakah hujan akan menciptakan ikatan diantara kami?


Akhirnya selesai juga untuk chapter ini. Untuk awal drabble diawali dengan cerita yang cukup berat ternyata menguras tenaga juga. Memutar otak supaya drabble ini masih sinkron dengan cerita asli di dalam manga/anime. Meskipun tentu ada bagian yang aku tambahkan atau dramatisir demi kepentingan jalan cerita. Selebihnya, aku hanya mencoba menggambarkan gimana benang merah hubungan antara Ichigo dan Orihime yang sebenarnya sudah terbentuk sejak awal.

Sekian dulu untuk chapter ini dan semoga chapter selanjutnya segera menyusul. Silakan tulis kritik, saran, masukan, koreksi, apapun itu demi keberlanjutan cerita ini. Selamat membaca dan jangan lupa jaga kesehatan.

Salam.

Yukari.