Malam itu, sehari sebelum mereka berangkat berperang, Xun Yu dan Guo Jia sedang duduk di taman sembari menikmati cahaya rembulan sembari meminum teh hangat.

"Wenruo," panggil Guo Jia lembut.

"Ya Fengxiao, ada apa?"

"Kalau aku pergi duluan sebelum kamu, apakah kau akan menangis untukku?" tanyanya sambil melirik ke arah Xun Yu, Guo Jia menatap lekat Xun Yu.

"Jangan berbicara begitu dong Fengxiao." kata Xun Yu sembari tertawa pelan, walaupun dia tertawa tetap saja dalam hatinya sangat tidak ikhlas kalau harus kehilangan sahabatnya, walaupun Xun Yu tahu di zaman ini tidak ada yang tahu siapa yang akan kembali dengan selamat atau meninggal di medan peperangan.

"Kan tidak ada yang tau, kalau aku memang gugur dalam peperangan bagaimana?"

"Aku tidak terima kalau sahabatku gugur duluan sebelum diriku."

"Kau ini, kalau kau tidak ikhlas bagaimana aku bisa pergi dengan damai-ohok."

Sekali saja Xun Yu mendengar suara batuk atau nafas yang tersenggal, wajahnya langsung terlihat panik, dan kata-kata itu sering sekali keluar dari mulutnya saat Guo Jia sudah tidak terlihat baik-baik saja dimatanya.

"Fengxiao, lebih baik kamu tidak usah ikut besok."

"Kalau aku tidak ikut siapa yang akan mengeksekusi rencana?"

Xun Yu menunjuk dirinya sendiri. Kedua alis Guo Jia menyatu.

"Memang kau tau apa yang kurencanakan?"

Xun Yu menggeleng pelan sembari tersenyum polos.

"Tapi-"

"Aku masih sehat kok, aku melakukan ini agar kita bisa kembali hidup dengan damai, tidak ada peperangan lagi." Ucap Guo Jia sangat pelan seraya mengambil dan mengelus punggung tangan kanan milik Xun Yu.

"Fengxiao ... aku tidak mau-"

"Sudah kubilang aku masih sehat Wenruo."

Xun Yu mengangguk pelan lalu menunduk, pancaran kedua matanya melemah.

"Lebih baik kita sekarang tidur, besok kita sudah harus siap jam 6 pagi."

Xun Yu mengangguk.

"Sudah, jangan raut wajah sedih begitu dong, ayo tersenyum."

Xun Yu mencoba untuk menarik kedua ujung bibirnya.

"Nah begitu."

Keesokan harinya Xun Yu siap berangkat ke medan perang namun Cao Cao menyuruhnya untuk berjaga di tempat. Xun Yu terus memohon agar diperbolehkan ikut ke medan perang tetapi Cao Cao tetap kukuh dengan keputusannya.

"Tuan Cao Cao kumohon..." ucapnya sembari berlutut.

"Tidak."

Xun Yu akhirnya menyerah, dia hanya bisa melihat dari kejauhan, melambaikan tangan dari pintu gerbang istana.

"Aku akan kembali dengan selamat, percayalah padaku."

Xun Yu mengingat kata-kata Guo Jia sebelum dia berangkat. Ada rasa keinginan untuk menyusul pasukan itu dengan kuda.

Perasaan Xun Yu saat ini sangatlah berbanding terbalik dengan ucapan Guo Jia. Perasaan Xun Yu tidak enak dari waktu ke waktu, entah hanya kebetulan atau tidak gelas yang biasa dipakai untuk minum olehnya retak secara tiba-tiba.

Xun Yu terus menunggu kepulangannya, rasa cemas terus menumpuk di dalam hatinya, Xun Yu sempat mencoba untuk menghilangkan rasa cemas itu tapi efeknya hanyalah sementara.

Jam 7 malam, Xun Yu masih menunggu di gerbang masuk istana, menunggu kepulangan sahabatnya.

Xun Yu akhirnya bisa melihat segerombolan orang yang sedang menuju kemari, sebuah senyuman merekah dengan indahnya.

Namun...

senyuman itu menghilang dengan cepat saat sebuah panah melesat dan menancap di dadanya. Badan Xun Yu perlahan terjatuh, sebelum benar-benar kesadarannya hilang kedua matanya mengalir beberapa tetes air mata, lalu bibir bergerak seakan mengucapkan kata-kata terakhirnya.

"Fengxiao, sayonara."

End

Hehehehe :)) gimana ceritanya anehkan hewhewhew :v

jadi pas GJ pulang terus ngeliat Xun Yu terkapar bagaimana?! :v

YANG MANAH XUN YU SAPA?!

JADI XUN YU HIDUP ATAU DED NIHH?!