Note:
Mendadak dapet ide gini gara-gara nonton manga dub Be a Good Boy, My Dear Dog
Ingat, author buku ini penganut HiMitsu
Tidak Selamat Membaca
Mitsunari diam berdiri sambil mainin kipasnya dengan wajah masam, dari dulu dia tidak suka kerja di bawah naungan Cao Pi, tetapi di sinilah dia sejak pindah dunia karena uler sawahnya Da Ji.
Kerja dengan Pasukan Wei.
Di wiki pun tertera dia di bawah naungan Wei sampai WO4 tamat, yang tandanya meski tidak suka disuruh ini-itu bak babu oleh Cao Pi, dia betah kerja di kerajaan Wei sampai besti banget sama Cao Pi (di mata Da Ji dan Zhenji).
Disaat sedang nganggur begini Mitsunari cuman keliling camp-seakan sedang mencari hidayah apa yang harus dia lakukan disaat seperti ini.
Siapa tau dia tiba-tiba kepikiran melakukan sesuatu, misalnya gabung ke pasukan lain (tanpa perintah dari Cao Pi) biar ga disangka selingkuhan Cao Pi yang kesekian saking nempelnya dia sama pangeran es balok satu itu.
Tiba-tiba bisikan ghaib muncul di telinga Mitsunari.
Bisikan ghaib itu muncul dari seekor rubah yang cosplay jadi sucubbus, kerjaan rubah pawang uler ini adalah menyesatkan penghuni camp.
Bisikan ghaib itu pun mendorong Mitsunari untuk ngisengin Cao Pi yang lagi sibuk di tenda-kayaknya lagi mikirin rencana buat pertempuran selanjutnya.
Tanpa ngomong permisi, Mitsunari masuk aja ke tenda, dan dengan nada sengak dia berbicara.
"Cao Pi, aku punya permainan bagus, aku yakin aku bisa mengalahkanmu di permainan ini."
Cao Pi yang sedang membaca gulungan bambu menoleh ke Mitsunari, sebelah alisnya naik, heran dengan Mitsunari.
"Aku tidak ada waktu untuk bermain."
"Berarti kamu takut kalah?"
Cao Pi menaruh gulungan bambu ke meja.
"Jadi permainan apa itu?"
"Yang tunduk yang kalah."
Cao Pi terdiam, untuknya nama permainan itu sangat bodoh, tidak ingin menanyakan soal permainan itu dan tidak ingin tau juga dari siapa Mitsunari tau permainan aneh ini.
Cao Pi bisa menebak Mitsunari dapet permainan ini dari siapa.
"Selanjutnya harus apa?"
"Kamu ke sini."
"Aku menolak."
"Kamu udah setuju main permainan ini, jangan jauh-jauh."
Posisi Cao Pi dan Mitsunari agak jauh, Mitsunari tepat di depan jalan masuk tenda sementara Cao Pi ada di ujung, saling bersebrangan.
"Mitsunari."
Tiba-tiba tubuh Mitsunari gemetar, padahal Cao Pi hanya memanggilnya saja, Mitsunari bisa merasakan hal yang berbeda dari nada suara dan aura di dalam tenda.
"Mitsunari, kamu dengar aku? Kamu yang ke sini."
Mitsunari nerasa tubuhnya kaku, seperti ... menunggu perintahnya lagi.
"Mitsunari, KE SINI. SEKARANG."
Tanpa Mitsunari sadari tubuhnya bergerak sendiri mengikuti kata-kata Cao Pi dan sekarang muncul rasa benci pada dirinya sendiri karena ini.
"Dengan begini aku menang."
"Bentar! Permainan belum dimulai!"
"Tapi kamu berjalan ke sini mengikuti kata-kataku."
"Jangan bercand-"
"Tutup mulutmu dan duduk diam tanpa protes."
Dalam gitungan detik tubuh Mitsunari berangsur jatuh, bertekuk lutut di hadapan Cao Pi.
Cao Pi mengulurkan tangan kanan ke Mitsunari, tanoa berkata apapun Mitsunari menaruh tangan kanannya yang agak terkepal ke atas telapak tangan Cao Pi.
"Rubah pintar, sekarang udah bisa bersalaman."
Disaat seperti ini datanglah Zhenji dengan dua gulungan bambu di tangan.
"Waga kimi sedang apa?"
"Melatih rubah dari Gunung Sawa."
Zhenji berkedip dua kali, di matanya sang suami dan Mitsunari sedang bermain ... dom-sub play? Zhenji tau soal itu karena sempat berbincang dengan Kaihime.
Dengan berbicara dengan Kaihime kalian bisa menambah wawasan, dari wawasan yang biasa sampai yang tidak biasa.
Kadang-kadang Zhenji tidak menyesal berbincang dengan sang putri beruang, dengan begitu dia tahu tentang apa yang sedang dilakukan sang suami dan Mitsunari di dalam tenda berduaan seperti ini.
Tanpa pikir panjang Zhenji berkata, "Maksudnya sedang mesra-mesraan kan?"
Sebenarnya Cao Pi dan Mitsunari sendiri tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan.
Cao Pi hanya menikmati perasaan senang yang muncul ketika memerintah Mitsunari.
Mitsunari yang malu akan dirinya sendiri, karena tidak bisa melawan perkataan Cao Pi. Di lubuk hatinya dia menikmati pujian sang pangeran.
