Disclaimer: Naruto dan Boruto milik Masashi Kishimoto dan Mikio Ikemoto. Saya hanya meminjam karakternya.

Warning: gaje, typo (maybe), , kekerasan

Happy Reading

Jantungku bagaikan ditikam ribuan belati saat menyaksikan layar ponsel Sarada yang menampilkan video seks antara diriku dengan Shinki di dalam hotel. Dadaku benar-benar terasa sesak. Bagaimana bisa kegiatan rahasiaku dengan Shinki terekam dengan jelas seperti itu? Waktu itu aku dan Shinki sudah memeriksa setiap sudut ruangan untuk memastikan tidak ada kamera tersenyum. Siapa yang tega melakukan ini kepadaku? Mengapa aku harus menghadapi situasi seperti ini?

Aku kembali menatap Sarada dengan perasaan takut. Kali ini gadis itu menampakkan wajahnya yang penuh amarah kepadaku. Seolah dia ingin membunuhku saat ini juga.

"Alasan apa lagi yang kau lontarkan kepadaku? Kenapa harus pacarku?!" tanya Sarada dengan nada tinggi.

"Maaf, aku tidak bermaksud merebut pacarmu. Aku hanya ingin berhubungan seks dengan seorang lelaki yang membutuhkan uang. Hanya itu," dengan terpaksa aku berkata jujur kepada Sarada karena aku takut video itu disebar olehnya.

"Apa maksudmu? Shinki membutuhkan uang?" tanya Sarada dengan

membelalakkan matanya.

"Benar. Dia membutuhkan uang demi menyembuhkan ayahnya. Aku menawarkan diri untuk membantunya asalkan dia mau berhubungan seks denganku," jawabku.

"Pelacur bajingan!" Sarada langsung menyiram jus apel kepadaku hingga wajah dan pakaianku terkena jus apel. Tidak hanya itu saja, Sarada juga menjambak rambutku lalu membanting kepalaku ke atas meja.

"Hentikan! Lepaskan aku! Bukankah kau sudah berjanji kepadaku untuk tidak menghajarku? Aku sudah jujur kepadamu!" pintaku dengan berteriak hingga Sarada berhenti menghajarku.

"Hei! Apa-apaan kalian ini?!" tiba-tiba ada seorang pelayan yang penengah diantara kami berdua.

"Bukan urusanmu! Aku hanya ingin mengobrol dengan pelacur ini?!" kata Sarada malah menantang pelayan itu.

"Silahkan keluar jika kau ingin bertengkar! Kalian sudah mengganggu kenyamanan pelanggan saja!"

"Baik! Kami akan keluar!" kata Sarada lalu menyeretku keluar dari kafe ini.

Setelah menyeretku keluar dari kafe, Sarada mendorongku hingga membentur mobilku. Aku langsung merintih kesakitan karena lenganku terasa sakit akibat benturan keras.

"Kenapa kau memarahiku juga?! Pacarmu melakukan itu atas kesadarannya sendiri!" kataku tak terima.

"Tetap saja kau salah! Kau sudah memanipulasinya dengan mengajaknya melakukan hal menjijikkan seperti itu!" jawab Sarada dengan membentakku.

"Aku hanya menawarinya! Aku tidak memaksanya melakukan itu! Seharusnya pacarmu yang kau hajar! Memang dasarnya pacarmu saja yang bejat!" kataku tak mau kalah.

Seketika aku menerima tinjuan maut dari Sarada hingga sudut bibirku mengeluarkan darah. Sarada hendak memukulku lagi namun tangannya dipegang oleh seseorang. Aku langsung membelalakkan mataku karena orang itu adalah Boruto.

"Sarada, kau sudah berjanji kepadaku untuk tidak menghajarnya," kata Boruto hingga Sarada menarik tangannya. "Kau akan mendapatkan masalah jika terus menerus menganiayanya!" kata Boruto lagi.

"Brengsek!" umpat Sarada.

Aku langsung memasuki mobilku lalu mengendarai mobilku dengan cepat menuju rumahku. Aku langsung membanting setir mobilku dengan perasaan kesal. Aku pun juga berteriak dengan melontarkan berbagai macam umpatan.


Sudah berhari-hari aku mendekam di dalam kamarku semenjak kejadian itu. Berulang kali aku memeriksa berbagai macam media sosial yang kumiliki untuk memastikan video seks itu tidak disebar oleh Sarada.

"Yodo-sama, sarapan sudah siap!" kata Himawari dengan mengetuk pintu kamarku.

"Habiskan saja sana! Aku tidak mau makan!" teriakku.

"Tapi Yodo-sama…nanti anda sakit kalau tidak makan," kata Himawari.

"Pergi!" bentakku.

Aku mendengar suara langkah kaki Himawari yang menandakan ia meninggalkan kamarku. Tak lama kemudian, aku menangis sejadi-jadinya. Aku pun juga melemparkan barang-barangku demi meluapkan emosiku yang tak karuan.

Aku benar-benar ingin mengakhiri hidupku. Dunia sudah begitu jahat kepadaku. Tetapi aku takut untuk melukai diriku sendiri.

Tiba-tiba perutku merasa mual. Aku segera berlari ke kamar mandi lalu membuka kloset untuk memuntahkan isi dalam perutku. Sudah beberapa hari ini aku mual setiap pagi. Aku berpikir bahwa aku sedang tidak enak badan karena aku sedang stres dan juga terlambat makan. Namun, entah mengapa aku merasa bahwa aku kurang yakin dengan dugaanku. Seolah ketakutanku selama ini akan menjadi kenyataan meskipun aku divonis mandul oleh dokter karena Sarada sialan itu.


Saat ini aku sedang berada di ruang USG untuk diperiksa oleh dokter. Setelah organ di area perutku diperiksa, aku beranjak dari tidurku lalu merilekskan otot tubuhku.

"Bagaimana keadaan saya, dok?" tanyaku.

"Selamat Yodo-san. Ada kehidupan di dalam rahim anda. Dengan kata lain anda telah hamil dengan usia kandungan satu bulan," jawab dokter.

"Eh? Yang benar saja? Saya sempat divonis mandul loh saat SMA," tanyaku terkejut.

"Itu berarti anda diberi keajaiban oleh Kami-sama. Maka dari itu anda harus menjaga pemberian dari Kami-sama dengan baik dengan berpikir positif dan menjaga pola hidup dengan baik," kata dokter memberi senyuman kepadaku.

"Sialan!" umpatku dari dalam hati. Secara refleks aku memegang perutku yang masih rata.

Bagaimana ini? Aku tidak siap menjadi seorang ibu di usiaku yang belum genap 20 tahun. Ditambah lagi aku tidak berniat menjadi orang tua setelah perlakuan ibuku selama ini. Namun, aku tidak ingin melakukan aborsi karena aku tidak ingin menjadi pembunuh.

"Jika anda merasa keberaran membesarkan anak sendirian, anda bisa menghubungi agen adopsi anak," kata dokter.

"Tidak. Saya tidak berniat melakukan itu," jawabku.


"Yodo-chan."

Aku membalikkan badanku setelah berjalan keluar dari ruang USG. Aku mendengar suara Araya memanggilku dengan nada rendah. Saat membalikkan badanku, aku terkejut melihat penampilan Araya yang kini berubah 180 derajat. Rambutnya masih dikuncir kuda namun kali warna rambutnya berubah menjadi hitam. Selain itu, ia tidak memakai topeng lagi. Melainkan bandana berwarna hitam yang menutup wajahnya. Dan lebih mengejutkannya lagi ia telah menumbuhkan janggut.

"Araya-kun, penampilanmu banyak berubah," kataku.

"Omong-omong, warna rambutku aslinya berwarna hitam. Ibuku marah kepadaku karena melihat mengecat rambut dan memakai topeng," jelas Araya.

"Sejak kapan kau bertemu dengan ibumu?" tanyaku.

"Terakhir kau kau masuk kuliah," jawab Araya. "Hubunganku mulai membaik dengan ibuku setelah putus dari pacarnya. Tinggal ayahku yang masih belum sadar," katanya lagi.

"Begitu rupanya. Aku senang ibumu masih memperhatikanmu," kataku. "Omong-omong, ngapain kau kesini? Kau tidak tampak seperti sedang sakit," tanyaku penasaran.

"Shinki sedang dirawat di rumah sakit karena melakukan percobaan bunuh diri dengan meminum obat nyamuk," jawab Araya.

"Apa? Kau segera menghubungi keluarganya biar tidak disalahkan oleh mereka," kataku.

"Tidak. Malah menambah masalah. Shinki sempat bertengkat hebat dengan keluarganya Shikadai karena masalah itu. Jadi kuputuskan untuk membiayai pengobatannya. Jangan bilang siapapun sampai dia pulih," jawab Araya.

"Bagaimana hubungannya dengan Sarada?" tanyaku.

"Masih lanjut meskipun mereka sempat bertengkar hebat," jawab Araya.

"Begitu," kataku.

"Omong-omong, apakah kau sedang sakit?" tanya Araya.

"Aku sudah baikan. Kau tak perlu mengkhawatirkan aku," kataku.

"Jangan khawatir. Sarada tidak akan melakukan hal nekat untuk menyakitimu. Dia masih memikirkan masa depanmu dan Shinki," kata Araya.

Aku hanya menganggukkan kepalaku. Kemudian aku berpamitan kepada Araya untuk kembali ke rumahku. Untuk saat ini aku tidak ingin berhubungan dengan siapapun setelah syok dengan kehamilanku. Aku tidak ingin menambah beban Araya.

"Yodo-chan," panggil Araya hingga aku kembali menatapnya.

"Apapun yang terjadi, jangan sembunyikan apapun dariku. Aku adalah sahabatmu. Sudah menjadi tanggung jawabku untuk membantumu. Jangan merasa bahwa dunia itu jahat kepadamu," kata Araya.

Aku langsung berjalan menghampiri Araya lalu memeluknya dengan erat. Tangisanku mulai pecah saat Araya membalas pelukanku.

"Tidak apa-apa. Menangislah sepuasmu," kata Araya mengelus kepalaku dengan lembut.

To be continue

Fyuuh akhirnya memiliki niat untuk melanjutkan fic ini. Maaf ya sudah membuat kalian menunggu selama bertahun-tahun. Kali ini aku akan mencoba menyelesaikan fic ini ditengah kesibukanku di dunia nyata. Jangan lupa review-nya ya guys. Review kalian sangat membantu dalam perkembangan fic ini.