Title: Please Don't Leave
Genre: Romance
Rating: T
Words: 2k+
"Draco Malfoy, aku bicara denganmu," ucap pemuda berkaca mata sambil menatap lawa bicaranya tajam. Nada tegasnya menunjukkan betapa marahnya ia sekarang.
"Kau tidak punya alasan untuk marah, Harry," jawab pemuda Malfoy tanpa menoleh. "Kau seharusnya mengerti. Mereka membicarakan Ayahku tepat di depanku, apakah aku tidak pantas marah?"
"Dan mereka teman-temanku, apakah salah jika aku membela mereka?" Harry memebalas. "Kau terlalu berlebihan, Dray. Kau bisa meminta mereka tutup mulut, tidak perlu mengejek dan mempermalukan mereka. Atau kau bisa memintaku untuk bicara pada mereka."
Draco berbalik menatap Harry. "Kau kenapa? Kau bahkan tidak semarah ini saat aku memukuli Ron." Draco mencoba mempertahankan nada suaranya.
Harry menghela napas. "Karena aku sudah lelah," desah Harry dan berpaling. "Apa kau tau sudah berapa kali aku meminta maaf pada orang-orang karena sifat kekanak-kanakanmu itu,"
"Kekanak-kanakan?" Draco mendengus. "Menurutmu membela keluargaku sendiri itu kekanak-kanakan? Lalu apakah mereka yang merasa iri dan hanya bisa meledek itu tidak kekanak-kanakan?"
"Bukan itu maksudku, Draco," Harry segera menghadap Draco dengan panik, mencoba meyakinkan kekasihnya itu jika ia benar-benar tidak bermaksud seperti itu. "Tentu aku juga marah pada mereka, aku tidak suka dengan sikap mereka yang seperti itu. Tapi tetap saja, kau tidak perlu berlebihan."
"Mudah saja bagimu berbicara. Jangan mengajariku seolah kau lebih mengerti semua hal dari pada aku." Draco akhirnya menaikkan nada suaranya. "Kau tidak tau bagaimana rasanya! Ya, tentu saja kau tidak tau. Kau bahkan tidak pernah sempat mengobrol dengan orang tuamu. Mereka tidak pernah memberitahumu jika tidak baik mencampuri urusan orang. Kau tidak akan pernah tau rasanya mendengar semua hinaan sialan yang orang-orang brengsek itu berikan pada orang yang kau sayangi! Kau tidak tau rasanya!" Draco mengeluarkan semua kata yang sedari tadi ditahannya.
Harry terdiam. Tubuhnya seolah membeku, manik hijaunya terpaku pada manik kelabu yang menatapnya nyalang. Ia tertunduk. "Kau benar," ucapnya lirih, "aku tidak tau rasanya."
Harry mengangkat kepalanya untuk menatap Draco yang masih berusaha menenangkan dirinya. Ia tersenyum tipis dan mengambil jaketnya. "Kalau begitu aku pulang dulu, kau pasti tidak mau melihat wajahku sekarang." Ia segera keluar dari apartemen Draco setelah memberikan sebuah kecupan di pipi.
Draco menjatuhkan dirinya di sofa. Ia menatap kosong pada langit-langit. "Selamat datang, kedamaian..."
Satu minggu sudah berlalu, kini Draco mendapati kedamaiannya berganti menjadi gelisah. Ia khawatir, tidak tau harus apa. Harry tidak mengunjunginya lagi, bahkan Harry tidak bisa dihubungi, dia membaca pesannya tapi tidak dibalas.
'Selalu seperti ini,' pikir Draco, 'kedamaianku hanya akan berakhir kesendirian. Aku merindukanmu, dear.'
Draco mengambil mantelnya dan keluar, tidak peduli dengan langit gelap yang menandakan jika hujan akan turun. Ia melajukan mobilnya menuju apartemen Harry. Sudah lama Draco tidak ke sana, karena beberapa bulan ini Harry tinggal bersamanya.
Draco akhirnya sampai di depan pintu dan ia terdiam sejenak. Ia tidak keberatan jika nanti Harry akan menutup pintu saat melihatnya. Setidaknya ia ingin kekasihnya itu mendengar permintaan maafnya.
Sungguh, Draco merasa bodoh. Sudah puluhan kali ia meneriakkan hal yang sama pada Harry dan sudah puluhan kali pula pemuda itu memaafkannya. Kenapa ia tidak bisa berhenti menyakiti hati pemuda Potter itu?
Draco mengetuk pintu apartemen Harry berkali-kali, namun tidak ada tanda-tanda jika pintu putih itu akan membuka. Draco kembali mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Harry yang mana panggilannya tetap tidak diangkat. Draco masih mencoba mengetuk pintu sambil memanggil nama Harry.
"Draco?"
Draco menoleh saat mendengar seseorang memanggil namanya. Ia mendapati induk semang Harry berjalan ke arahnya.
"Selamat sore, Madam," sapa Draco.
"Selamat sore," wanita itu balik menyapa dengan tersenyum ramah. "Kau mencari Harry?"
Draco mengangguk. "Iya,"
"Kupikir dia masih tinggal bersamamu, aku bahkan tidak pernah melihatnya selama dua minggu," balas wanita itu yang hanya membuat kekhawatiran Draco makin bertambah. "Apa terjadi sesuatu?" tanya wanita itu menangkap kekhawatiran di wajah Draco.
"Kami punya sedikit masalah, dan kami— bukan, aku marah padanya hingga membuatnya pergi dariku," Draco menjawab dengan perasaan bersalah.
"Benarkah?" Wanita itu tersenyum dan kemudian menepuk pundak Draco. "Jangan terlihat murung begitu! Aku mengenal Harry, dia tidak akan pergi begitu saja, dia pasti akan kembali, mengobrol denganmu dan kemudian kau bisa menggunakan kesempatan itu untuk memperbaiki kesalahan apa yang sudah kau lakukan."
Draco membalas senyumnya. "Thanks, Madam. Kalau begitu aku pergi dulu," pamit Draco dan segera kembali ke mobilnya.
Sambil menjalankan mobilnya, Draco mengambil ponselnya. Ia kembali mencoba menghubungi Harry, tetapi lagi-lagi kekasihnya itu tidak dapat dihubungi. Masih belum menyerah, sekarang Draco menghubungi nomor lain. Ia menunggu panggilan itu dengan cemas.
"Hello?" panggilan tersambung, Draco sedikit merasa lega.
"Hermione?"
"Yes, Draco?" balas Hermione dari seberang panggilan.
"Hermione, apa kau bersama Harry sekarang?"
"Tidak, aku tidak bersamanya. Lagipula aku tidak sedang berada di London, kau tau kan kalau—"
"Lalu apa kau tau di mana Harry sekarang?" Draco memotong perkataan Hermione. Baginya Harry jauh lebih penting dari apa pun.
"Um... entahlah, aku belum menghubunginya akhir-akhir ini," jawab Hermione yang begitu mengecewakan Draco. "Draco, ada apa? Sesuatu terjadi?"
"Bukan, aku hanya— kau tau, kami bertengkar," jawab Draco berterus terang.
Hermione berseru di seberang. Dia sudah menduga ini, Draco tidak akan menghubunginya kalau bukan karena sedang ada masalah dengan Harry. "Kau sudah tanya Ron? Kalau tidak salah mereka sedang sibuk dengan festival kampus mereka,"
"Ah! Benar juga!" Draco berseru, "Thanks Hermione, aku akan menghubungi Ron sekarang,"
"Hm, dan jangan segan-segan untuk menghubungiku lagi jika ada masalah. Kau tau kan, aku akan selalu membantumu dengan Harry selama itu membuatnya bahagia,"
"Tentu saja," balasnya sebelum mengakhiri panggilan.
Draco dengan cepat langsung mengganti panggilannya. "Ron?"
"Yes, Draco?" terdengar balasan dari Ron di seberang telepon.
"Ron, apa kau bersama Harry sekarang?" tanya Draco langsung ke intinya.
"Tidak, aku tidak sedang bersamanya," jawab Ron yang membuat Draco kecewa, "dia baru saja pulang,"
Draco kembali mendapatkan harapan. "Pulang? Pulang dari mana?"
"Ha?" nada suara Ron terdengar bingung. "Apa dia tidak memberitahumu? Seminggu ini aku, Harry dan beberapa anak lainnya sibuk mengurus festival kampus, jadi beberapa dari kami menghabiskan hari kami hanya di kampus,"
"Jadi... Harry ada di kampus selama seminggu ini?" Draco yang sedari tadi mengemudi langsung menepi. Ada sedikit perasaan lega setelah mendengar penjelasan Ron.
"Kau sedang ada masalah dengannya, kan?" pertanyaan Ron tidak dapat Draco jawab. "Aku bisa tau dari sikap Harry selama seminggu ini. Dia tidak mau membicarakannya dan dia juga tidak menghubungimu, kan?"
Draco menghela napasnya. "Ya, aku menyakitinya. Tidak salah jika dia tidak mau bicara denganku,"
"Kalau begitu bicaralah dengannya sekarang." Ron memberi saran.
"Aku tidak bisa menghubunginya, aku tidak bisa menemuinya, bagaimana aku bisa bicara dengannya?" Draco kembali terdengar frustrasi.
"Aku kan sudah bilang kalau dia sudah pulang,"
"Tapi aku baru saja ke apartemennya dan dia tidak ada!"
"Tidak mungkin, dia sudah pulang dari sejam yang lalu. Mustahil dia belum sampai sekarang,"
Draco yang mendengar penjelasan Ron kembali khawatir. Ia takut terjadi hal-hal buruk pada Harry. Namun, kemudian ia berseru. "Tidak, aku tau di mana Harry sekarang!"
"Kalau begitu temui dia cepat!" perintah Ron. "Ah, dan kau tidak lupa hari ini hari apa, kan?"
Draco mengernyit bingung. "Maksudmu?"
Terdengar helaan napas Ron dari seberang. "Sebaiknya kau mengingatnya," sarannya dan detik berikutnya ia langsung memutuskan panggilan.
Draco masih bingung. Dia sama sekali tidak tau hari apa yang di bicarakan oleh Ron. Namun, ia tidak terlalu mempedulikan itu sekarang. Ia harus bertemu Harry dan ia tau ke mana harus mencarinya.
Draco segera keluar dari mobilnya begitu sampai, berlari menuju apartemennya dan sesekali mengutuk dirinya karena memilih apartemen di lantai paling atas. Begitu sampai di depan apartemennya, Draco bisa merasakan jika rasa takutnya datang lagi. Ia takut jika Harry tidak ada di sana. Ia juga takut, jika Harry ada di sana, apa yang harus ia lakukan? Apa yang harus ia katakan?
Tangan Draco dengan gemetar membuka pintu yang tak terkunci. Ya, dia ada di sana. Harry ada di dalam.
"Harry?" panggil Draco begitu masuk. Ia melangkahkan kakinya perlahan menuju ruang tengah, dimana ia bisa melihat sedikit cahaya kemerahan dari sana.
Draco mengernyit bingung saat menemukan sebuah kue dengan lilin diatasnya yang menyala berada di atas meja.
"Harry, you're here, right?" Draco mengedarkan pandangannya pada seisi ruangan. "Harry, please,"
"Draco,"
Begitu mendengar suara itu, Draco segera berbalik dan tersenyum lega. Ia langsung berlari menunu Harry dan memeluknya erat. Draco tidak mau melepaskan Harry barang sedetik pun sekarang. Ia ingin seperti ini untuk waktu yang lama, ia ingin bicara dengan Harry, tapi biarlah ia memeluknya lebih dahulu.
Harry tersenyum di dalam pelukan Draco. Ia mengelus punggungnya lembut. "Hey, aku merasa pundakku memanas. Kau tidak menangis, kan?"
"I missed you," bisik Draco masih belum mau melepaskan pelukannya. Suara Draco bergetar dan Harry benar. Ia menangis.
Harry membalas pelukan Draco tidak kalah erat. "I'm here, Dray." Meski pun Harry mencoba untuk melepaskan pelukan Draco karena begitu ingin melihat wajah Draco, pemuda Malfoy itu masih belum mau melepaskan pelukannya.
"Maaf... maafkan aku, Harry..." Draco makin mengeratkan pelukannya dan makin tidak dapat menahan air matanya.
"Tidak, jangan minta maaf padaku. Aku yang seharusnya minta maaf," akhirnya, ketika isak tangis Draco mulai mereda, Harry bisa melepaskan pelukan mereka. Harry mengelus wajah Draco lembut, menghapus air mata yang masih belum berhenti mengalir. "Aku minta maaf karena tidak memahamimu. Aku minta maaf karena meninggalkanmu. Seharusnya aku tau, saat kau bilang tidak membutuhkanku di sisimu seharusnya aku tidak pergi. Aku seharusnya memaksa diriku untuk tetap bersamamu."
"Dan aku menyesali perkataanku..." Draco mulai tenang. "Aku... tau betapa kejamnya perkataanku padamu. Aku mengatakan hal yang tidak pantas padamu,"
Harry tersenyum dan mencium bibir Draco sekilas. "Kau tau Draco, saat kau bilang jika aku tidak mengerti bagaimana rasanya mendengar semua penghinaan itu pada orang yang aku sayangi,"
"Ya, dan aku menyesal telah mengatakannya!" Draco kembali dikuasai emosi.
Harry kembali mencium Draco untuk menenangkannya. Membingkai wajah Draco dan menatap netra kelabunya. "Aku tau betul bagaimana rasanya. Kau pikir aku tidak marah saat mendengar seseorang bicara yang buruk-buruk tentang kekasihku? Aku sama marahnya padamu hingga Hermione kesulitan untuk menenangkanku,"
Draco terdiam. Ia belum pernah mendengar hal ini. "Harry, you..."
"Maaf karena tidak berada di sisimu selama seminggu ini, Draco," ucap Harry dan kembali mencium Draco.
Draco membalas ciuman Harry dan memeluknya memperdalam ciuman mereka. Ras manis yang begitu membuat candu, rasa nyaman yang begitu ia dambakan. Draco tidak mau kehilangan lagi.
Draco melepaskan ciuman mereka dan menatap Harry dalam. Ketika ia ingin kembali mencium Harry, ia baru teringat dengan kue di atas meja. "Ah, untuk apa kue ini?" Dia menunjuk pada kue dengan lilin yang menyala itu.
Mendengar pertanyaan Draco, Harry memandang Draco jengkel. "Harusnya aku yang mendapat kejutan, bukan kau!" ucap Harry kesal sambil cemberut.
Draco mengernyit bingung. "Kejutan? Kejutan apa?"
Harry menghela napasnya. Ia menangkup wajah Draco. "Selalu seperti ini dan selalu menggemaskan," wajahnya yang cemberut langsung berganti gemas.
"Apa aku melupakan sesuatu lagi?"
"Ulang tahunku," jawab Harry singkat.
Draco terdiam sejenak dan kemudian berseru. "Astaga! Bagaimana mungkin aku melupakannya? I'm sorry , sweetheart," ucapnya menyesal.
Harry tertawa gemas. "Tidak apa-apa, kau bahkan lupa dengan ulang tahunmu sendiri,"
Draco kembali mengeratkan pelukannya pada Harry. "Ah, padahal aku ingin menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun untukmu,"
"Kau mengatakan hal yang sama tahun lalu," balas Harry terkekeh.
Draco ikut tertawa dan mencium pipi Harry sekilas. "Baiklah, kalau begitu ayo tiup lilinnya, Harry,"
Harry mengangguk. Ia mendekati meja dengan Draco yang masih memeluk pinggangnya. "Aku harus membuat permohonan dulu," kata Harry dan kemudian menutup matanya. Sesaat kemudian, Harry membuka matanya dan meniup semua lilin di atas kue.
"Happy birthday, Harry," bisik Draco di telinga Harry. "Apa harapanmu tahun ini?"
Harry tersenyum lebar kearah Draco. "Masih sama dengan tahun kemarin,"
"Benarkah?" Harry mengangguk dan Draco tersenyum puas. "Kau tidak perlu meminta hal itu berkali-kali. Cukup satu kali Harry, dan keinginanmu akan terkabulkan selamanya,"
"Selamanya?" Harry tersenyum melihat Draco yang mengangguk. "Promise?" tanya Harry lagi masih belum puas.
"Aku serius, sweetheart," Draco mencubit pipi Harry gemas. "Sekali pun jika Tuhan tidak mengabulkannya, maka aku yang akan melakukannya." Draco tersenyum lembut.
Harry mencium Draco sekilas. "Kalau begitu kumohon, tetaplah berada di sisiku dan jangan biarkan apa pun memisahkan kita,"
"Tentu, Harry. Aku tidak akan meninggalkanmu bahkan jika aku menginginkannya." Draco mengakhiri ucapannya dengan ciuman manis di bibir Harry.
Setiap kata, kalimat dan percakapan hari ini mungkin akan mereka lupakan suatu hari nanti. Namun, mereka yakin jika saat itu datang mereka akan mendapat tinta baru dan kembali menulis kata-kata yang lebih dari apa yang mereka ucapkan hari ini.
.
Please Don't Leave — Completed
