Karena Solar mendoakan Ice agar celaka, akhirnya Ice benar-benar kecelakaan dan dia bermimpi jiwanya berpindah pada tubuh Ice lainnya di alam bawah sadarnya. Anggap saja itu karma bagi Ice yang tak pernah mau menolong orang yang ditindas.
Karakter :
Pemeran utama : Ice.
Antagonis : Halilintar dan Blaze.
Pemeran lainnya : Taufan, Gempa, Thorn dan Solar.
...
Wajah Solar memerah menahan kesal, karena seseorang yang sangat menyebalkan baginya. Kalau saja ada barang yang berada di dekatnya dan bisa dia banting, sepertinya Solar akan melakukan itu, saking kesalnya sekarang.
Anak-anak yang melihat keberadaan Solar dengan ekspresi marah, tentu saja bertanya-tanya siapa yang membuat Solar kesal sampai wajahnya memerah begitu. Tidak ada yang berani menghalangi, bahkan anak-anak yang berpapasan dengan Solar memilih untuk mundur dan menepi dari pada kena amukan Solar.
"Di mana sih dia?" Solar bergumam, raut wajah kesalnya sangat kentara. Dia tadi sempat mendengar jika Gempa dibully dan Ice tidak mau menolongnya.
Solar menoleh ke seluruh penjuru sekolahan, dengan tangan yang mengepal, Solar masih mencari orang yang menjadi penyebab kemarahannya sekarang. Melihat orang yang membuatnya kesal sedang berjalan santai dengan ekspresi tenangnya, langkah kaki Solar kian melebar mendekati orang tersebut yang tidak lain adalah Ice. Tentu saja Ice tidak menyadari kalau Solar semakin mendekati dirinya.
"Ice!"
Teriakan Solar membuat Ice menoleh, tidak hanya Ice saja tetapi juga anak-anak yang berada di dekat mereka. Siapa saja langsung sadar dengan melihat raut wajah Solar sekarang kalau sedang marah, dan penyebabnya adalah orang yang saat ini sudah berada di hadapan Solar. Sementara itu, Ice terlihat santai saja saat melihat keberadaan Solar yang wajahnya tidak enak di pandang.
"Kenapa kamu teriak kayak gitu?" Seolah tidak memiliki salah apa pun, Ice bertanya dengan amat santai.
Solar mendelik kesal. "Nggak usah pura-pura kamu!"
Tangan Solar mendorong tubuh Ice membuat Ice yang tidak dalam keadaan siap jadi terjatuh karena dorongan Solar barusan. Anak-anak yang melihat tampak terkejut melihat yang terjadi di depan mata mereka. Tetapi tidak ada yang mendekat untuk melerai.
Tidak terima dengan apa yang Solar lakukan, Ice berdiri lalu menatap tajam Solar.
"Kamu ngapain datang tiba-tiba sambil marah dan dorong aku?" tanya Ice, dia merasa kesal karena sikap Solar yang buruk padanya.
Ice merasa tidak memiliki urusan dengan Solar. Dia juga tidak pernah membuat keributan dengan Solar sebelumnya, tapi sekarang Solar malah melabrak dirinya seperti ini, Ice tidak terima pada perlakuan Solar.
"Karena kamu nggak menolong Gempa! Kamu malah biarin Gempa dibully sama Hali dan Blaze."
Mengetahui Gempa di bully, tentu saja Solar tidak terima apalagi tahu kalau Ice ada di sana saat Gempa di bully. Kenapa Ice tidak menghentikan tindakan yang dilakukan oleh Hali dan Blaze?
Sebagai kembaran Gempa, tentu saja Solar tidak terima dengan apa yang terjadi kepada Gempa. Karena itu sekarang Solar memutuskan untuk melabrak Ice.
"Memangnya itu ada hubungannya denganku? Itu bukan urusanku," Ice menatap datar pada Solar, ekspresi tenang dia tampilkan.
Solar semakin merasa kesal saat mendengar respon Ice yang sama sekali tidak merasa bersalah. Ice tidak peduli dengan amukan Solar, karena bagi Ice, dia sama sekali tidak memiliki kewajiban menolong orang lain. Ya, Ice memang seperti itu. Selalu menyebalkan bagi Solar.
Yang lain tidak seperti tidak berani menghampiri mereka. Apalagi Solar yang sedang marah begitu, Ice saja kena amuk, apalagi kalau mereka ikut campur.
"Dasar gak punya hati! Aku doain kamu celaka dan ngerasain apa yang dirasain Gempa setelah itu!" pekik Solar menyumpah serapahi Ice lalu pergi begitu saja dari hadapan Ice.
Ice hanya memandang kepergian Solar dengan tatapan datar, Ice menghela napas pelan. Ice memang hanya lewat saja tadi, lalu dia bertemu dengan Gempa yang dibully di ruang loker sekolah. Setelah itu Ice langsung pergi, seolah-olah tak tahu jika ada perundungan di depannya.
"Dia sangat mengganggu," Ice bergumam pelan sebelum pergi menuju kelasnya.
Sementara itu, di tempat lain, Taufan yang baru saja menolong anak yang di bully sampai dia sendiri mendapatkan pukulan karena tindakan nekatnya menolong anak itu. Taufan tidak jago bela diri, alhasil bukan hanya anak itu saja yang mendapatkan luka sekarang, tetapi juga dia yang mendapatkan luka di wajahnya. Taufan adalah kembaran Ice, jika Ice tidak peduli dengan anak yang di bully, berbeda dengan Taufan yang sangat peduli sekali pada orang lain, apalagi yang mendapatkan tindakan pembullyan. Meskipun dia tidak jago dalam hal bela diri, tetapi Taufan selalu menolong orang lain, dan ternyata anak yang di bully tadi adalah Gempa.
"Makasih ya. Kamu udah menolong aku, padahal tadi kamu juga nggak bisa bela diri dan dapat pukulan," ucap Gempa, dia tersenyum pada Taufan.
"Udah seharusnya saling tolong menolong. Sebaiknya kita obatin luka kamu, pasti kamu sakit karena pukulan tadi." Taufan mengajak Gempa untuk mengobati lukanya lebih dahulu.
"Kamu juga luka dan kita memang harus obatin lukanya dulu."
Gempa merasa heran pada pemuda yang wajah dan warna matanya mirip dengan Ice
Padahal Taufan juga mendapatkan luka karena menolong dirinya yang di bully Hali dan Blaze tadi. Tapi Taufan malah menyuruh dirinya mengobati lukanya duluan, padahal Taufan sendiri juga terluka.
"Kalau begitu, kita obatin dulu. Ayo kita pergi ke ruang kesehatan!" ajak Taufan yang langsung diangguki oleh Gempa.
Akhirnya mereka pun berjalan ke ruang kesehatan sembari berbincang berdua. Gempa tidak berhenti mengucapkan terima kasih pada Taufan karena sudah menolong dirinya tadi. Mereka sekarang sudah berada di dalam ruang kesehatan, ada murid lain yang sedang bertugas menjaga ruang kesehatan. Taufan langsung meminta obat dan perban untuk mengobati luka dirinya dan Gempa.
Taufan dan Gempa duduk bersebelahan, mereka mengobati luka masing-masing karena tidak terlalu parah. Taufan terluka di bagian bibir sebelah kiri, sementara Gempa di lengannya yang tergores sesuatu.
"Makasih ya, Taufan," ucap Gempa lagi.
"Kamu udah ngucapin itu berulang kali. Sama-sama, kan kita juga teman di sekolah ini," balas Taufan tersenyum lebar membuat Gempa ikut tersenyum juga.
Suara pintu dibuka paksa oleh seseorang membuat mereka berdua mengalihkan pandangan, "Gempa! Kamu gak kenapa-napa kan? Mana yang sakit?"
"Aduh Solar! Tangan aku sakitlah, jangan dipegang!" seru Gempa, dia mengelus tangannya yang tak sengaja dipegang Solar.
"Eh, maaf aku gak tahu. Eh kamu! Kok kamu bisa ada di sini?" tanya Solar, dia sering sekali salah mengenali antara Taufan dan Ice.
"Solar! Gak baik ngomong kasar kayak gitu sama Taufan! Dia udah nolongin aku," Gempa menegur adik kembarnya.
"Taufan? Oooh, kembarannya Ice." gumam Solar.
"Solar!" tegur Gempa, wajahnya menunjukkan raut marah.
"Maaf ya Taufan?" Solar gelagapan, mana mau dia dimarahi kakak kembarnya itu.
Taufan mengangguk, dia tersenyum ceria seperti biasanya. Mereka bertiga menghabiskan waktu bersama sampai pulang sekolah, karena jam kosong setelah jam istirahat. Taufan membantu Solar dan Gempa untuk mengambil foto beberapa tumbuhan, katanya Thorn yang sedang sakit menginginkan foto tumbuhan baru. Jadinya Taufan membantu mereka, satu jam mereka bersama.
Taufan menggaruk pipinya, dia bingung ingin pulang naik apa, karena Ice sudah membawa motornya pulang sejak tadi.
"Kamu kenapa?" Solar bertanya, dia menepuk pundak Taufan yang sedang kebingungan.
"Aku ditinggalin Ice pulang duluan," ujar Taufan, dia mengambil ponselnya, Taufan menelpon Ice.
Suara sambungan telepon terdengar jelas.
[Halo assalamualaikum Ice, bisa jemput aku di sekolah?] ujar Taufan.
[Waalaikumsalam mas, pemilik ponsel ini kecelakaan mas. Dia ketabrak mobil] suara laki-laki terdengar jelas.
Taufan menjatuhkan ponselnya, Solar dengan sigap menangkap ponsel Taufan sebelum menghantam tanah. Gempa menampilkan ekspresi cemas, dia menyentuh pundak Taufan.
"Fan? Kenapa?" tanya Gempa.
"Ice ketabrak mobil," Taufan menjawab dengan suara lirih, air mata sudah membasahi pipinya, dadanya terasa sesak.
'Gawat, aku gak nyangka ucapanku langsung jadi kenyataan.' Dalam hati Solar berkata, wajahnya pucat, dia takut jika akan ada yang menyalahkannya.
Taufan mengambil ponselnya dari tangan Solar lalu menanyakan keberadaan Ice sekarang.
...
Taufan dengan raut wajah panik berlari menyusuri koridor rumah sakit. Dia mendapatkan kabar kalau kembarannya menjadi korban kecelakaan. Sore tadi Ice mengalami kecelakaan saat pulang sekolah dan warga sekitar langsung membawanya ke rumah sakit terdekat. Salah seorang warga mengecek identitas korban, sampai akhirnya menemukan ponsel yang kebetulan menyala karena panggilan masuk.
Ternyata Taufan menelepon Ice saat itu. Mungkin karena feeling kuat saudara kembar, Taufan merasa gusar dan tiba-tiba memikirkan Ice. Akhirnya Taufan menelepon sang kembaran dan betapa terkejutnya dia saat yang menjawab panggilannya malah suara asing dan langsung memberitahu kalau sang pemilik ponsel dilarikan ke rumah sakit karena kecelakaan. Sekarang Taufan sedang menunggu di depan ruangan gawat darurat, setelah bertemu dengan salah seorang warga yang ternyata masih menunggu kedatangan Taufan saat tadi dia mengatakan akan segera menyusul ke rumah sakit.
Taufan menyentuh dadanya yang terasa sesak, saat Ice sakit ataupun sebaliknya, mereka selalu bisa merasakan apa yang di rasakan oleh sang kembaran. Termasuk sekarang saat Ice terluka karena kecelakaan tersebut dan sedang di tangani oleh Dokter, Taufan ikut merasakan sakitnya. Cukup lama Taufan menunggu di depan ruang gawat darurat, sementara salah seorang warga tadi sudah berpamitan pulang karena merasa wali dari korban yang tidak lain adalah Taufan sebagai saudara Ice sudah berada di sini, akhirnya dia berpamitan pada Taufan tadi.
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, munculah seorang dokter dengan pakaian khasnya membuat Taufan sigap beranjak dari tempat duduk.
"Kembaran saya baik-baik saja kan, Dokter?" tanya Taufan dengan tidak sabaran.
Dokter tersebut menatap Taufan, membuat anak itu gemetar menunggu jawaban sang dokter yang menangani Ice di dalam.
"Benturan yang cukup kencang di kepalanya akibat kecelakaan tadi membuat pasien mengalami pendarahan hebat. Kami sudah melakukan yang terbaik untuk pasien, hanya saja sekarang pasien masih dalam keadaan kritis."
...
Di mana ini? Kenapa ada banyak sekali suara manusia? Bukannya tadi, aku ... terlempar jauh karena dihantam sebuah mobil? Semakin lama suara di sekelilingnya tambah bising sekali. Dari suara tawa cekikikan, teriakkan gadis dan pemuda, lalu ... suara gebrakan meja di depannya.
Ice kesulitan membuka kedua matanya. Ketika dia mengangkat kepalanya terasa berat dan sakit sekali. Pada akhirnya Ice bisa membuka kedua matanya perlahan, dan betapa terkejutnya Ice kala mendapati dirinya berada di kelas?
Benar, kelas di sekolahnya. Ice belum bisa mencerna semuanya. Sepasang matanya mengerjap beberapa kali. Ice menepuk sebelah pipinya kemudian mengaduh karena terasa sakit dan perih di waktu yang bersamaan.
"Aku sedang mimpi nggak, sih?" Ice menunduk menatap kedua kakinya yang dibungkus sepatu hitam yang kotor.
Ice menggerakkan kedua kakinya menatap sepatunya sendiri. Selama dia hidup, Ice tidak pernah memakai sepatu yang kotor. Ice selalu tampil rapi, serta ...
"Apa-apaan, ini?" Ice dibuat terkejut oleh penampilannya sendiri. Selain sepatunya yang mendadak buluk, Ice mendapati penampilannya yang jauh berbeda daripada sehari-harinya.
Di mana seragam Ice yang asli? Ice sangat geli melihat penampilannya sekarang. Potongan seragam yang dia kenakan biasanya memiliki potongan yang pas, tidak kebesaran seperti memakai karung begini.
"Nggak. Aku pasti ada di alam mimpi. Mana mungkin aku memakai seragam seperti orang-orangan sawah!" batin Ice lagi.
Lamunan Ice buyar kala mendapati si kembar, Hali dan Blaze masuk ke dalam kelas sembari memukul-mukul pintu dengan kasar. Suara pintu yang dipukul dengan keras mengganggu ketenangan kelasnya. Ice awalnya bersikap cuek, sampai akhirnya Ice menyadari kalau si kembar tengah berjalan ke arah bangkunya.
"Kita lapar," gumam Hali di sebelah Ice.
Blaze menarik kursi di seberang, mengarahkan posisi duduknya menghadap ke Ice yang masih bingung.
"Kamu dengar, nggak? Aku lapar," ulang Hali marah.
Ice belum paham apa-apa. Sejak kapan Hali dan Blaze mengganggu dirinya? Selama ini Ice tidak pernah bersinggungan dengan si kembar. Bertegur sapa saja tidak pernah. Tiba-tiba mereka berdua berniat menggertaknya?
Hali geram. Dia menarik kerah seragam Ice yang besar, sampai-sampai Ice beranjak dari tempat duduknya secara paksa.
Ice tentu saja terkejut. Apa salahnya? Hali dan Blaze tiba-tiba datang kepadanya, lalu membuat ulah. Ice memilih diam, menunggu apa yang akan Hali lakukan selanjutnya. Ini sudah tidak benar, bagaimana bisa mereka mencari masalah dengannya?
"Kalau lapar, kamu tinggal pergi ke kantin aja. Kenapa repot banget?" ujar Ice, ekspresi tenangnya menghilang, sekarang hanya ada ekspresi kesal diwajahnya.
"Kamu mengeluh sama aku rasanya juga percuma. Aku nggak punya sesuatu untuk mengenyangkan perut kamu."
Hali kemudian tertawa.
"Maka dari itu belikan aku makanan di kantin! Kamu nggak sadar ya kalau aku nyuruh kamu dari tadi?"
"Aku nggak mau. Kamu masih punya dua kaki, kan? Sana pergi sendiri. Aku nggak akan--"
Hali mendorong Ice lebih keras sampai menabrak papan tulis. Seketika kelas Ice menjadi hening karena mendengar suara benturan keras itu. Blaze yang dari tadi duduk dan menonton, kini meledakkan tawanya.
"Cepat beli makanan buat kami, atau kamu akan kami bully?" ancam Hali.
Ice menatap Blaze yang tersenyum sinis ke arahnya. Sementara teman-teman di kelasnya tidak ada yang mau menolongnya.
Dalam hati Ice berteriak, 'Apa mereka semua tidak bisa melihat ada teman yang dibully?'
"Mana uang kalian?" Ice menodongkan satu tangannya ke Hali.
"Pakai uang kamu, lah!" teriak Hali.
"Hah?" Ice membeo, mulutnya terbuka cukup lama sampai dia terlonjak kaget, karena mendengar bentakan Hali
"Sana pergi! Buruan!" bentak Hali lagi, Ice langsung berlari menuju kantin, di dunia ini, dia tak menemukan keberadaan Taufan sama sekali, apakah di sini Taufan tidak ada?
...
Hari-hari Ice belakangan ini sangat suram sekali. Ice mengalami hal yang membingungkan. Dia sekarang sangat bingung memikirkan apa yang dia alami saat ini. Sebelum Ice bangun di dalam kelasnya, dia meyakini sesuatu. Ice dengan sangat yakin dia mengalami sebuah kecelakaan. Tubuhnya terpental ketika dihantam sebuah mobil. Ice tidak sempat menghindar dengan motornya, kejadian itu seolah hanya terjadi dalam satu kedipan mata saja.
"Ice! Bawakan bola basket itu kepada kami!" perintah Blaze melambaikan tangannya.
Hali menambahkan, "Hey, jangan melamun! Cepat bawa itu kepada kami."
Satu hal pelajaran yang Ice dapatkan. Entah Ice benar-benar tersesat ke dunia dimensi lain, atau cuma sekadar mimpinya semata. Ini seperti membuktikan karma benar adanya. Di dunianya yang sebelumnya, tidak ada yang berani mengganggu Ice. Tapi di sini, Hali dan Blaze menargetkan dirinya sebagai korban bully.
Tidak ada yang membantu Ice ketika dirundung oleh si kembar.
Disuruh membeli makanan di kantin tanpa diberi uang. Disuruh mengerjakan tugas sekolah. Dan semua teman sekelasnya tahu. Namun tidak ada satu orang pun yang mau menolong dirinya.
Ice jadi teringat dengan Gempa dan Thorn. Ice selama ini hanya diam saja ketika kedua pemuda itu dibully oleh si kembar. Ice lebih memilih menghindar daripada membuat masalah. Dan sekarang, Ice tahu bagaimana rasanya.
"Kalian mau bola ini?" Ice mengambil bola tersebut dari kakinya.
"Aku akan memberikan bola ini. Asal dengan dengan satu syarat, bagaimana kalau kita main basket bersama?" tantangnya, alhasil, Ice malah ditertawakan.
"Kok, ketawa? Buktikan dong. Kalau kalian menang melawan aku, maka perlakuan aku semau kalian. Tapi kalau aku yang menang, kalian harus berhenti melakukan bully di sekolah. Siapa pun korbannya," kata Ice.
Hali dan Blaze saling menatap, lalu mereka berdua mengangguk bersamaan.
"Okay!" seru Blaze.
"Kamu harus siap-siap menjadi pesuruh kita setelah ini!" katanya, percaya diri.
Ice tidak bisa membiarkan dirinya berada di posisi seperti ini. Ice akan melakukan cara untuk menghentikan perundungan di sekolah ini. Mau siapa pun orangnya, mau itu gadis atau pemuda, tidak seorang pun berhak dibully. Ice harus menumpas perundungan di sekolahnya, membuat keadaan menjadi lebih tenang dan damai.
...
Skor menunjukkan sama-sama unggul. Anak-anak di sekolah itu terlihat heran kenapa Ice sangat jago bermain basket? Karena yang mereka tahu, Ice sangat culun sekali. Bahkan selalu menurut dan takut sekali jika disuruh ini dan itu oleh Hali dan Blaze. Kepala Ice mendongak ke atas, sepasang iris aquamarine nya tertuju ke atas ring yang menggantung.
Kesempatan Ice tinggal satu kali lagi saja, jika dia tidak berhasil meloloskan satu lemparan lagi, maka dia akan menjadi bulan-bulanan si kembar.
Ice memejamkan matanya sebelum dirinya melempar bola di tangannya menuju ke ring. Ice membuka kedua matanya, melempar benda itu ke atas. Semua mata tertuju ke bola tersebut.
Hali dan Blaze pun melakukan hal yang sama, mereka sangat percaya diri akan menang melawan Ice. Namun melihat Ice sangat jago, mereka mulai merasa khawatir. Dan bola itu dilempar dengan tepat, masuk ke dalam ring, menarik suara teriakkan di sekitar lapangan sebagai bentuk apresiasinya kepada Ice.
Dua lawan satu, dan Ice-lah pemenangnya, Ice mengambil bola basketnya, dia berjalan mendekati Hali dan Blaze yang masing melongo. Ice memutar bola basket di tanyanya, seolah tengah ancang-ancang akan melempar bola tersebut ke kepala mereka.
"Ampun Ice!" teriak Hali dan Blaze sembari melindungi kepalanya.
Padahal Ice tidak mungkin melakukannya. Dia memang ingin memberantas para pembully. Tapi bukan dengan cara kekerasan seperti Hali dan Blaze.
"Tepati janji kalian berdua. Semua orang menjadi saksi," tunjuk Ice ke semua penonton.
"Sekarang, nggak akan ada lagi bully dan perundungan! Siapa pun itu korbannya. Kalau kalian melanggar, berarti kalian bukan pria sejati yang bisa dipegang kata-katanya," dengan ekspresi tenang, Ice mengucapkan itu.
...
Akibat kalah bertanding dengan Ice di lapangan basket kemarin, Hali dan Blaze menjadi sorotan banyak teman-temannya.
Sepanjang Hali dan Blaze berjalan melewati lorong sekolah, mereka menarik perhatian orang-orang. Mulanya Hali merasa paling tidak terima, dia merasa dipermalukan oleh Ice dan semua pendukungnya.
Namun saat Hali ingin membalas, seorang siswa berseru, "Kamu bukan pria sejati? Nggak malu kalau ingkar janji?"
Seketika nyali Hali menciut. Blaze segera menarik saudara kembarnya menghindari penghuni sekolah. Thorn, dan anak-anak yang pernah dibully oleh Hali dan Blaze mendatangi kelas Ice. Di situ Ice bingung kenapa mereka semua berdiri mengelilingi bangkunya. Ice menaikkan sebelah alisnya tinggi.
"Kenapa kalian berdiri di sini? Sebentar lagi bel masuk bunyi," tanya Ice.
"Kita mau menyampaikan sesuatu, Ice," sahut Thorn.
"Soal apa?" tanya Ice lagi.
"Terima kasih banyak, Ice! Berkat kamu, Hali sama Blaze udah nggak pernah lagi mengganggu kami." Thorn mengucapkannya dengan mata yang berkaca-kaca.
Sudah lama sekali Thorn bersama teman-teman sekolahnya menjadi korban bully Hali dan Blaze. Mereka ingin memberontak, menolak menjadi korban. Namun apa daya, Thorn tidak memiliki keberanian seperti yang Ice lakukan kemarin. Tidak, Ice tidak melakukan tindakkan Bully untuk mengalahkan Hali beserta Blaze. Justru Thorn merasa sangat bangga, serta kagum atas upaya Ice dalam menghentikan tindakan bully di sekolah ini.
"Oh, karena itu." Ice mengangguk.
Dia teringat dengan tingkah lakunya di kehidupan sebelumnya. Ice sekarang tahu, dia telah mengerti berada di posisi korban karena dia merasakan sendiri. Jadi korban bully tidak enak. Setiap hari merasa takut, khawatir, tidak nyaman. Itu yang dirasakan oleh korban-korban bully. Ice beranjak dari tempat duduknya. Mengulurkan tangan kanannya ke depan Thorn.
"Sama-sama."
Ice menunjuk tangannya dengan dagu. Thorn tampak senang, mereka menjabat tangan Ice satu per satu.
"Tolong lebih berani lagi, ya. Kalian nggak perlu membalasnya dengan melakukan kekerasan juga. Kalian berhak membela diri sendiri asal nggak salah."
"Iya, Ice. Sekali lagi kami berterima kasih!" seru Thorn semangat.
...
Hari demi hari telah dilalui Ice di sekolah ini atau ke dimensi yang bukan tempatnya? Bagaimana cara menjelaskannya, ya? Benar ini adalah sekolahnya Ice. Orang-orangnya pun masih sama. Ice mengenali semua penghuni di sekolah ini. Namun, ada perbedaan di antara dirinya di sini, dengan yang asli. Di sini Ice sempat menjadi korban bully, tapi sekarang Ice berhasil menghentikannya.
Sekarang, suasana di sekolah menjadi lebih tenang. Hali dan Blaze telah bertobat. Meminta maaf kepada teman-teman, khususnya mereka yang telah mereka bully. Suasana di sekolah lebih damai. Ice merasakan ketenangan itu. Murid-murid belajar dengan giat, saling mendukung, belajar, serta bermain bersama-sama.
Ah, indah sekali ...
"Aku ingin kembali ke kehidupanku yang sebenarnya, ya Allah." Ice mendongak menatap langit sore.
"Kalau aku berhasil kembali ke tempatku semula, aku mau belajar menjadi orang yang lebih baik. Aku nggak cuek lagi kalau ada teman yang dirundung. Aku benar-benar kapok, nggak mau lagi hidup kayak kemarin."
Satu-satunya keinginan Ice tidak muluk. Dia cuma ingin kembali ke kehidupan dirinya yang asli. Meminta maaf kepada Taufan, saudara kembarnya. Selama ini Ice mengolok Taufan karena dianggap sok peduli. Padahal dia harusnya belajar dari Taufan, lalu kepada Gempa dan Solar. Sungguh, Ice akan meminta maaf kepada mereka berdua. Setelah kejadian aneh yang Ice alami, dia telah menyadari bahwa selama ini dia sudah salah.
"Ice!" seru Blaze di ujung lorong sekolah.
"Ayo, kita main basket! Thorn dan yang lain udah nunggu di lapangan!"
"Oh, ya! Tunggu!" balas Ice.
Pemuda itu memutar badannya, hendak berlari menyusul Blaze yang telah pergi. Namun saat Ice berlari lebih cepat, dia tersandung oleh kakinya sendiri.
Ice sontak mengangkat kedua tangannya. Tubuhnya seolah melayang, membuat jantung Ice berdebaran membayangkan wajahnya akan bersentuhan dengan kerasnya lantai.
"Dokter! Dokter, Ice udah sadar!"
Perlahan sepasang mata Ice terbuka lebar menatap ke sekeliling. Dia menatap tangannya yang terpasang selang infus. Di mana dia ... kenapa dia berada di ... rumah sakit?
"Taufan," Ice memanggil saudara kembarnya dengan suara lirih.
Dokter dan perawat masuk ke dalam ruang perawatan Ice. Pria berjas putih itu segera memeriksa keadaan Ice. Sementara Ice belum paham apa yang terjadi kepada dirinya. Bukankah tadi dia berada di sekolah? Diajak main basket oleh Blaze dan Thorn? Saat Ice akan menyusul, dia malah tersandung, dan semuanya gelap. Tiba-tiba dia terbangun di atas ranjang rumah sakit.
"Syukurlah. Ice telah melewati masa kritisnya," ucap Dokter tersenyum lega.
Taufan mendekat ke ranjang Ice, "Alhamdulillah, Ice. Aku takut banget kamu kenapa-kenapa."
"Apa yang terjadi sama aku, Taufan?" tanya Ice.
"Kamu nggak ingat?" Ice menggeleng.
"Saat pulang sekolah, kamu mengalami kecelakaan. Kamu kritis, dan nggak lama kamu dinyatakan koma. Kami semua di sini udah pasrah sama Allah, tapi kami bersyukur kamu bisa diselamatkan."
Ice telah mengingat semuanya. Ya, Ice tidak salah, Allah telah mengabulkan permintaannya untuk kembali. Taufan tidak berhenti mengucap syukur. Perasaannya lega mendapati saudaranya diberi kesempatan satu kali lagi setelah Dokter sudah angkat tangan, akibat keadaan Ice benar-benar hampir tidak bisa diselamatkan.
"Taufan, aku ingin pergi ke sekolah. Aku mau ketemu Gempa, dan minta maaf ke dia, dan juga minta maaf ke Solar."
Taufan kelihatan bingung, namun dia tidak banyak bertanya selain mengiyakan.
"Boleh. Tapi kamu harus fokus sama kesembuhan kamu, Ice. Nanti aku akan bantu kamu bertemu dengan mereka, ya?" bujuknya dengan wajah khawatir, Ice mengangguk lalu memejamkan matanya, rasanya dia ingin tidur lagi.
...
"Apa kamu bilang?" tanya Solar, dia sepertinya tadi salah dengar.
"Aku minta maaf. Sekarang aku sadar, aku udah salah selama ini."
Solar dan Gempa menatap heran kepada pemuda di depannya. Suatu hal mengejutkan seorang Ice meminta maaf. Ditambah lagi Solar dan Ice sempat bertengkar sebelum pemuda itu mengalami kecelakaan.
"Kamu nggak lagi salah ngomong, kan?" Solar masih belum percaya.
"Ya, Ice. Aku maafin kamu, kok." Gempa tidak banyak mendesak Ice, pemuda itu dengan tulus memaafkan Ice.
"Aku udah dapat karma," gumam Ice.
"Sekarang aku tahu gimana rasanya. Aku harap, kalian memaafkan aku." Ice melanjutkan ucapannya.
"Tentu Ice," sahut Gempa, dia tersenyum.
Solar antara percaya dan tidak. Tapi dari penjelasan Taufan ketika menceritakan tentang Ice sebelum mereka bertemu, Solar rasa Ice benar-benar serius dengan ucapannya.
"Asal kamu menjadi pribadi lebih baik, Ice. Aku juga minta maaf karena udah doain kamu yang buruk," ucap Solar akhirnya.
"Maafin aku juga, ya."
Ice mengangguk cepat.
Perasaannya seketika lepas, tidak ada lagi beban yang dipikul di bahu. Secara tulus pemuda itu mengucapkan permintaan maafnya. Dan berjanji akan menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
"Sebentar lagi bel masuk bunyi. Ice, kaki kamu masih sakit? Aku bantu kamu jalan ke kelas, ya?" tawar Gempa.
"Boleh. Terima kasih, Gempa," gumam Ice, dia tersenyum.
Setelah Ice kembali pulih nanti, dia akan mengajak Hali dan Blaze untuk tanding basket, dan jika Ice menang, dia akan melarang Hali dan Blaze membully orang lagi.
TAMAT.
