Kabar pemukulan Itachi langsung terdengar sampai ke telinga Fugaku Uchiha. Ia benar-benar tidak terima anak sulung kesayangannya sekarat di hajar oleh anak bungsunya yang terkenal pembangkang. Atas kejadian ini, Fugaku memutuskan pulang kerumah dan berniat memberikan Sasuke pelajaran.

Wajahnya yang sangar muncul membuka pintu kediaman kedua anaknya. Fugaku berjalan dengan langkah tegas menaiki tangga. Ia menyusuri lorong rumah yang panjang untuk menuju ke kamar sang anak. Dibukanya paksa pintu itu tetapi tidak ada siapa-siapa disana, kosong. Sasuke tidak berada di kamar. Ia pun menelepon seseorang untuk menyeret anak yang selalu saja membuat ulah agar segera meghadap kepadanya.

"Shisui. Bawa secepatnya Sasuke ke hadapan ku." Suara berat pria beraura kejam terdengar memerintah di ujung telepon.

--

Hinata sedikit tidak mengerti. Saat ini ia sedang menjalankan hari keduanya bekerja di maskapai Konoha Airlines. Tapi satu hal yang membuatnya mengernyitkan dahi. Captain yang bernama Uchiha Sasuke licik, tidak sekalipun memunculkan batang hidungnya pagi ini. Ia bagai hilang bak di telan bumi. Padahal baru kemarin lelaki itu memintanya ralat memaksanya untuk terbang bersama. Aneh sekali...

Tapi ada yang lebih menganehkan lagi! Jadwal gadis Hyuuga berubah menjadi standby di bandara lima hari berturut-turut. Tunggu dulu! Jadi maksud captain licik itu, dia sengaja membuat Hinata tidak mendapatkan jam terbang yang banyak karena mau menghukumnya??

Untuk apa dia melakukan itu?!

Lama sekali sang gadis memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada sampai suara dari balik pintu kaca yang terbuka mengalihkan Hinata dari pikiran yang berkecamuk.

"Hyuuga Hinata." Panggil seorang lelaki berkacamata.

"Ha'i." Pasti menyuruh untuk menggantikan kru.

"Oh oke.. Sayuri-san. Kau naik menggantikan Karui-san. Krunya sudah complete.."

"Baik."

Eh?.. Hinata berulang kali memasang tampang heran. Bukankah Hinata paling junior di ruangan ini? Kenapa malah para seniornya yang naik duluan? Lalu apa maksud FOO itu memanggil namanya... Hmm... Mencurigakan sekali. Hinata melirik curiga ke lelaki yang baru saja keluar sambil berusaha menyingkirkan sekelebat pikiran buruknya.

--

Mendengar salah seorang anggota dekat sekarat, para kelompok Akatsuki tiba di rumah sakit Konoha mengecek kondisi Itachi. Mereka tidak datang berbondong-bondong, sebagian lagi berniat mencari keberadaan adik Itachi untuk membuat perhitungan. Mereka tidak akan tinggal diam begitu saja. Walaupun ada beberapa yang mengenal baik Sasuke, itu tidak akan mengurangi kekesalan mereka terhadapnya

'

'

Setelah menghajar Itachi, Sasuke memutuskan singgah ke apartemen milik sahabatnya yang tidak jauh dari apartemennya berada. Hari ini Ia sengaja meliburkan diri dari tempat kerja demi menjaga moodnya agar tidak tambah berantakan. Baik Naruto maupun Sasuke kini sedang membahas cara terbaik untuk menghindari anggota akatsuki yang memanas. Sebenarnya Sasuke tidaklah takut, dia malah senang jika perkelahian antar kelompok Itachi dan juga kelompoknya terjadi. Tapi sahabat-sahabatnya tidak menginginkan hal tersebut. Mereka memilih untuk berbicara empat mata saja jika suasana sudah cukup tenang.

"Ku sarankan agar kau kabur keluar negeri untuk sementara waktu teme."

"Tch. Aku bukan pengecut." Bukan itu maksud Naruto. Dia hanya tidak ingin sahabatnya ini babak belur di tangan Akatsuki.

"Kalau begitu kau bersembunyi di sini sampai Itachi-nii sembuh." Sasuke melirik tajam ke arah sahabat bodohnya.

"Sudah kubilang aku bukan pengecut, sialan." Nada bicara pria Uchiha semakin meninggi.

"Huh. Lalu kau mau bagaimana teme? Aku hanya khawatir jika mereka berencana membunuhmu. Kau tau sendirikan gilanya pemikiran mereka!"

Naruto mencampakkan asal stick psnya. Ia lekas mematikan layar tv dan mengubah mimik serius menatap sahabatnya.

"Teme... Kalau nanti tidak bisa berdamai, Aku akan membantu mu menghajar mereka. Kau harus selalu memberitahuku jika mendapat penyerangan! Mengerti???"

Sudut bibir Sasuke tertarik ke atas. Meskipun sahabat bodohnya ini kadang bersikap menggelikan, tetapi untuk urusan solid dalam pertemanan, dialah yang menempati posisi pertama.

"Hn."

"Dan aku akan meminta paman killer bee untuk membantu kita. Dia pasti bersedia!"

Lelaki bermata sapphire melangkah menuju dapur untuk mengambil minuman soda di lemari pendingin. Satu ingatan tak sengaja muncul di pikirannya membuat ia menghampiri sang sahabat yang sedang berbaring santai di tempat tidur.

"Oh ya teme, bagaimana dengan Hinata? Kau sudah mengajaknya berkencan belum?"

"Tidak.. Aku tidak pernah berkata akan mengencaninya.." jawabnya cuek.

Naruto mendengus kesal. Sahabatnya satu ini tak juga menaruh minat pada wanita.

"Bukankah kemarin di kokpit kau setuju bilang bahwa dia sangat cantik?"

"Aku hanya menyetujui, tidak berarti aku akan mengencaninya bodoh!"

"Issh. Ayolah teme. Mau seperti apalagi bentuk wanita yang kau inginkan? Kau tahu, di grup pilot muda, ramai membahas Hinata semalam. Mereka sibuk membicarakan... ee... mm.." lelaki penyuka ramen tampak menggaruk pipinya yang tak gatal.

"Ya kau pasti pahamlah apa maksud ku. Jadi jangan sampai kau menyesal teme. Kalau saja aku bertemu dengannya lebih awal, aku tidak akan berfikir dua kali untuk mengencaninya.

Sasori mengincarnya teme, dari pada dengan pria mesum itu, lebih baik Hinata bersama denganmu. Ya, walaupun kau harus melangkahi mayat Neji dulu. Hahaha." Tch. Kotak kondom yang sudah kosong melayang tepat mengenai wajah Naruto.

"Teme!!!"

--

Tubuh itachi terbaring lemah di ruangan vvip rumah sakit konoha. Keadaannya tampak mengenaskan. Wajah yang biasa bersih kini penuh luka lebam. Bibir robek, pelipis luka, dan hidungnya mengalami patah tulang. Seluruh bagian wajah tampannya dililit perban.

Beberapa saat lalu Itachi sudah sadarkan diri. Ia belum bisa berbicara normal karena jaitan di sudut bibirnya masih basah. Sang istri dengan setia menemani serta memberikan apapun kebutuhan yang dipinta serta diperlukan lelaki berambut panjang tersebut.

"Maafkan aku. Ini semua salahku." Ucap Izumi menyesali keadaan.

"--." Itachi memberi isyarat untuk mengambilkannya kertas dan pena.

Ketika hendak mencari benda itu, suara pintu terbuka mengintrupsi keduanya. Izumi melayangkan tatapan tidak percaya melihat seorang wanita berdiri tanpa tahu malu dan dua anggota Akatsuki di belakangnya.

"Itachi-kun." Lirih wanita bersurai pendek. Ia mendekati tubuh sang pria dan memposisikan diri duduk di dekatnya.

Sementara dua anggota mengamati dari sisi ranjang.

"Bagaimana kondisimu Itachi?" Tanya pemuda berambut klimis.

"Hei bodoh, tentu dia tidak bisa berbicara sekarang. Kau tidak lihat wajahnya diperban?!" Sela lelaki satunya yang mirip seperti hiu.

"Ah benar juga. Haha maafkan aku Itachi. Sebaiknya, Izumi segeralah berikan pena dan kertasnya." Mereka berempat mulai mengalihkan perhatian ke wanita cantik yang terus berdiri mematung.

"Mm." Izumi mengangguk pelan.

Ia memberikan kedua benda itu ke tangan Itachi. Lalu ia menepi untuk menghindari tubuh Konan yang terlalu dekat dengan suaminya.

Itachi mulai menggerakan tangannya membentuk tulisan di kertas.

"Izumi tinggalkan aku sendirian, pulanglah, kau bisa datang lagi besok. Kau tidak perlu mengkhawatirkan diriku. Ada teman-temanku disini menjagaku."

Lengkungan senyum tipis terukir di wajah Konan ketika tak sengaja membaca tulisan tangan Itachi. Ia bergerak cepat memberikan kertas itu langsung ke tangan istri dari kekasihnya.

Saat menerima catatan yang di sampaikan Itachi kepadanya, ada perasaan pilu yang terus saja ia sembunyikan, bagaimana mungkin Itachi lebih mempercayai teman-temannya ketimbang istrinya sendiri dalam merawat hidupnya yang sedang sakit?

Dengan berat hati, ia pun meninggalkan suaminya bersama ketiga anggota yang entah sampai kapan akan terus menjadi duri didalam daging di hubungan pernikahan mereka berdua.

--

Ting tung

Bunyi bel terdengar begitu nyaring membangunkan dua manusia yang sedari tadi tertidur pulas. Sang empunya apartemen menguap pelan sembari berjalan ke arah pintu dan membukanya. Wajahnya yang semula mengantuk mendadak sirna. Naruto mengernyitkan dahi, kala melihat seorang tamu yang saat ini berdiri di hadapannya.

"Kau.."

"Hai. Selamat malam. Apa Sasuke ada bersamamu Naruto?" Sial. Demi sang sahabat, ia harus pandai sebisa mungkin berbohong.

"Maaf Shisui-san. Tapi Dia tidak ada disini. Memangnya ada apa?" Tanya balik Naruto seolah-olah ia tidak tahu apa yang sedang terjadi.

"Benarkah? Sayang sekali. Tuan besar sedang mencari keberadaannya. Aku sudah memeriksa apartemennya tadi, dan menanyakan ke beberapa sahabat dekatnya. Tapi mereka semua menjawab tidak tahu."

"Oh begitu ya, aku juga tidak tahu kemana teme pergi. Mungkin kau bisa melacaknya di tempat Kakashi."

"Sudah. Master Kakashi bilang, dia jarang mengunjungi beliau belakangan ini." Pria bersurai gelap itu tetap pada posisinya. Ia sama sekali tidak berniat melangkah pergi.

Naruto menggaruk belakang kepalanya beberapa kali, mata hitam Shisui terus-menerus menatapnya penuh selidik.

"Hey, aku lupa mematikan komporku. Sudah dulu-"

"Tunggu." Muncul sosok sang sahabat berdiri tepat disampingnya.

"Te...me!" Naruto menatap cemas Sasuke yang malah memunculkan diri disaat yang tidak tepat.

"Ternyata kau disini Sasuke. Tuan Fugaku mencarimu. Kau tidak punya pilihan lain selain menghadap beliau." Kata Shisui bersikap tenang, namun tersirat ancaman di baliknya.

"Hn. Aku akan kesana."

"Teme kau yakin?" Terakhir kali seingat Naruto, tangan sahabatnya patah akibat ulah dari ayah Sasuke sendiri.

"Kau tidak perlu panik dobe. Aku akan mengabari mu secepatnya." Dua pria Uchiha melangkah pergi dari apartement pria Uzumaki.

--

Plaakk

Tamparan keras dari tangan Fugaku melayang mengenai wajah tampan Sasuke. Muncul setitik darah disudut bibir lelaki itu.

"Anak kurang ajar. Umur mu sudah tua tapi kelakuan mu seperti bocah sialan."

Lelaki berwajah tegas mengamati sang anak yang membisu. Ekspresi Sasuke tampak biasa saja, tidak ada aura ketakutan terlihat disana.

"Apa hukuman yang pantas diberikan untuk anak tidak tahu di untung sepertimu! Sudah kukatakan berkali-kali. Kalau tidak bisa diandalkan, paling tidak jangan membuat ulah!"

Fugaku melampiaskan kekesalannya dengan melemparkan kata-kata menusuk. Setiap ia mengingat wajah Itachi terluka, setiap itu pula ia akan memaki Sasuke.

"Bedebah sialan. Kau seharusnya berterima kasih sudah aku besarkan dan ku ijinkan menikmati hartaku selama ini! Balasan yang ku dapat tidak setimpal! Apa kau mau kubuang menjadi gelandangan hah?!"

Netra gelap bungsu Uchiha menajam. Ia menahan diri untuk tidak tersulut emosi. Lelaki tua berisik dihadapannya ini sungguh memancing titik sensitif Sasuke.

"Terserah kau saja."

Plaakk

"Hormati aku sialan!!" Kedua kali tamparan di berikan Fugaku untuk Sasuke.

Sasuke menyeka darah yang muncul di bibirnya. Lalu ia dengan berani menatap wajah sang ayah sambil tersenyum mengejek.

"Jika bukan karena ibu, aku tidak akan pernah menganggapmu ada di dunia ini."

Rahang sang ayah mengeras, kepalanya serasa terbakar api mendengar kalimat tidak sopan Sasuke ditujukan untuknya.

"Faktanya akulah yang telah membesarkan mu sampai kau berani melawanku! Ibumu yang kau sayangi itu sudah tidak bisa melakukannya... Dengar, ku peringatkan sekali lagi Sasuke, jika kau masih ingin melihat arwah ibumu tenang, maka jangan membuat ulah lagi! Ini adalah kesempatan terakhirmu bocah!"

Tangan Sasuke mengepal kuat saat Fugaku berlalu pergi sambil membanting keras pintu ruangan kerja milik sang kakak.

--

Rumah yang sudah sepi, semakin tidak terasa ada kehangatan di dalamnya. Izumi berdiri di pintu, menunggu adik iparnya keluar bermaksud untuk menanyakan kondisinya. Ia diam-diam menguping setiap pembicaraan ayah mertuanya juga Sasuke di dalam tadi.

Tidak hentinya ia menyalahkan diri sendiri. Kalau saja mulutnya bisa menahan untuk tidak melawan sang suami, tentulah hal-hal seperti sekarang tidak mungkin sampai terjadi.

"Sasuke." panggil Izumi sesat pintu terbuka.

Sang adik ipar hanya diam mematung. Ia tidak mengucapkan apa-apa untuk membalas panggilan Izumi.

"Maafkan aku Sasuke. Seharusnya kau tidak perlu membela ku di depan Itachi. Karena aku, kau jadi menanggung semua ini." Ungkap Izumi penuh penyesalan.

"Berhenti mengatakan itu." Akhirnya Sasuke mengeluarkan suaranya.

"Ta-tapi aku.." Sasuke menatap kosong wajah Izumi.

"Mengapa kau masih betah tinggal di sini??? Berhenti menyakiti dirimu sendiri... Kau bisa mendapatkan lelaki yang lebih baik dari Itachi." Setelah mengatakan itu, Sasuke meninggalkan Izumi yang termenung sendirian.

--

Hari ketiga dan hari seterusnya dilalui Hinata tanpa adanya gangguan. Gadis Hyuuga sama sekali tidak mendapatkan hal-hal menyusahkan saat menjalankan tugasnya. Bahkan ia bisa duduk santai sambil mendengarkan musik di earbuds miliknya.

Captain yang bernama Uchiha Sasuke juga tidak lagi mengganggu hari-harinya. Lelaki berwajah datar mirip emoji kepala batu tidak pernah memunculkan diri sudah terhitung empat hari. Hahaha baguslah!

Dengan begini Hinata lebih leluasa untuk bergerak. Mungkin pria itu hanya memberikan gertakan sambal saja! Keadaan yang sangat amat tenang membuat gadis Hyuuga melonggarkan kewaspadaannya. Ia tidak lagi menaruh rasa curiga ataupun berpikiran jelek kepada Sasuke. Justru ia tengah memikirkan bagaimana cara mendapatkan perhatian penuh Naruto yang barusan terlihat di depan mata.

Aha. Ia menemukan ide bagus dengan cepat. Gadis Hyuuga lekas beranjak dari sofa ruangan reserve dan melangkah ke depan ruangan khusus pilot melaksanakan reserve. Ia mencari sosok cerah itu tapi tidak ketemu. Ruangan tembus pandang memudahkannya melihat siapa saja orang-orang yang ada didalam ruangan kedap suara tersebut.

"Mencari seseorang?" Hinata terlonjak dari tempatnya berdiri. Sosok pria bermata biru mengejutkan dirinya.

"Ah.. Kau? To-toneri-san?" Lelaki berambut acak menyunggingkan senyum tipis.

"Hai Hinata. Senang bisa bertemu lagi."

Sapa Toneri ramah.

"Ah ha-ha iy-iya, senang bertemu lagi dengan mu Toneri-san." Balas Hinata tertawa kikuk.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Toneri penasaran.

"Mm, an-ano ak-aku hanya ingin melihat-lihat saja." Jawab Hinata asal.

"Oh begitu. Kau sudah makan siang belum? Bagaimana jika kita berdua makan di restaurant depan flops. Aku akan meneraktirmu."

Aduh, kenapa jadi begini?

Mau menolak tidak enak, mau mengiyakan tidak enak juga. Jadi harus bagaimana?

Sang gadis memutuskan mengiyakan dengan sedikit terpaksa, niat awalnya mengajak makan Naruto, tetapi malah diajak makan oleh lelaki yang pernah ia temui beberapa bulan yang lalu.

"Uhm. Baiklah."

"Kalau begitu ayo," tanpa sungkan Toneri menarik lengan Hinata pergi, sampai beberapa kru menyaksikan adegan tersebut.

--

Drrt drrt

"Hm."

"Captain, Hyuuga Hinata pergi bersama dengan captain Toneri otsutsuki, sepertinya mereka kelihatan sangat akrab."

"Baiklah. Awasi dia terus."

"Di copy capt."

Tut

TBC

Terima kasih sudah menyukai cerita ini